JAKARTA (Arrahmah.id) – Juru Bicara Musyawarah Besar (Mubes) Alim Ulama NU, KH Abdussalam Shohib atau Gus Salam mengatakan, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) sudah bersikap tak pantas dan arogan.
Hal itu dikatakan Gus Salam untuk merespons pernyataan Gus Yahya yang menyebut para ulama yang hadir di Mubes Alim Ulama, di Bangkalan, Jawa Timur, Ahad (18/8), sebagai sekumpulan pengangguran.
Menurut Gus Salam, apa yang diucapkan Gus Yahya itu tidak mencerminkan sikap seorang ulama NU yang selalu mengedepankan akhlakul karimah.
Pernyataan Gus Yahya itu bukan akhlak pemimpin NU, apapun jabatannya tidak pantas menyebut para kiai yang hadir pada Mubes NU di Bangkalan sebagai pengangguran,” kata Gus Salam saat dikonfirmasi, Selasa (20/8).
Gus Salam mengatakan, ulama yang hadir dalam Mubes Alim Ulama NU tersebut merupakan kiai-kiai khos yang selama ini sudah ikhlas mengabdi kepada ummat dan NU.
Karena itu, menurut Pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Maarif Denanyar Jombang ini, sebutan pengangguran yang disematkan Gus Yahya ke para kiai-kiai tersebut, semestinya tidak diucapkan.
Gus Yahya, lanjutnya, seharusnya bersyukur dengan keberadaan kiai-kiai yang tidak memiliki jabatan struktural itu. Pasalnya berkat mereka, tugas yang diemban pengurus NU dalam mengurus ummat tidak terlalu berat.
“Yang mengondisikan warga Nahdliyin, memberikan pemahaman, ceramah kemana-mana ya kiai yang tidak memiliki jabatan. Mereka ikhlas mengabdi kepada bangsa dan NU. Tidak seperti mereka-mereka yang menjual nama besar PBNU untuk kepentingan pribadi saja,” ujarnya.
Gus Salam pun menilai, kini Gus Yahya sudah kelewatan karena mengeksploitasi kiai-kiai sepuh untuk kepentingan pribadi dengan embel-embel PBNU. Menurutnya tindakan tersebut sudah diluar garis-garis keorganisasian, bahkan cenderung mengarah ke penghinaan.
“Itu semua sebuah penghinaan kepada keulamaan dan keikhlasan berkedok mandat. Ini tandanya bahwa Gus Yahya cs hanya mau didengarkan dan tidak mau mendengarkan. Makin jelas arogannya,” pungkasnya.
Gus Yahya sebelumnya mengibaratkan perwakilan ulama yang menggelar mubes dan mengusulkan Muktamar Luar Biasa PBNU itu seperti pengangguran yang menginginkan sidang istimewa MPR. Sehingga ia menganggap hal itu tak perlu ia gubris.
“Gini ya, kalau sekarang ada sekumpulan sekelompok pengangguran kumpul lalu menyerukan sidang istimewa MPR, kan, presiden enggak perlu mikir, biarin aja. Ya itu begitu juga dengan kami, kami enggak pikirkan lah, orang ngomong silakan,” kata Gus Yahya ditemui di Kantor PCNU Surabaya, Senin (19/8).
Mubes Alim Ulama di Bangkalan, di Bangkalan, Jawa Timur, Ahad (18/8) sendiri dihadiri oleh sejumlah kiai khos NU. Antara lain KH Abdussalam Shohib, KH Marzuki Mustamar, KH Imam Jazuli, KH Imam Baehaqi, KH Muhaimin, KH Rosikh Roghibi, KH Sholahuddin Azmi, KH Fahmi, KH Wahono, KH Dimyati, KH Nasirul Mahasin, KH Haidar Muhaimin dan KH Aguk Irawan.
Forum para kiai NU itu melahirkan keputusan yang dinamakan ‘Amanah Bangkalan’ yang berisi delapan poin. Pertama, PBNU hasil Muktamar Lampung telah nyata-nyata pelanggaran berat terhadap Qonun Asasi, AD-ART, Perkum, etika dan moral dalam Berorganisasi.
Poin kedua, PBNU hasil Muktamar Lampung telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan praktek politisasi institusi NU dan menjadikan NU sebagai alat politik merebut kekuasaan yang menabrak aturan organisasi dan Khittah 1926.
Menyikapi hal tersebut, pada poin ketiga dan keempat para alim ulama bersepakat membentuk Presidium Penyelamat Organisasi NU sekaligus persiapan Muktamar Luar Biasa NU.
“Tugas utama Presidium melakukan koordinasi, konsolidasi & mensosialisasikan Amanah Bangkalan kepada Alim Ulama Pengasuh Pesantren se-Indonesia, PWNU & PCNU se-Indonesia, PCINU se-Dunia serta Banom dan Lembaga NU,” bunyi poin kelima.
Selanjutnya pada poin keenam, Mubes bersepakat diselenggarakannya forum lanjutan di antara seluruh elemen-elemen Nahdlatul Ulama (NU) untuk mencari solusi cepat dan tepat berbagai permasalahan yang ada di tubuh NU, mencari langkah-langkah antisipatif terhadap kecenderungan-kecenderungan perkembangan di masa depan serta rekonsiliasi di antara sesama saudara (ukhuwah nahdliyyah). Presidium Nahdlatul Ulama diminta untuk mengambil inisiatif bagi terwujudnya forum tersebut.
“Presidium berhak melakukan langkah-langkah strategis untuk upaya Penyelamatan NU,” tegas para kiai pada poin ketujuh.
Sebagai penutup, di poin kedelapan, para alim ulama menyepakati Sekretariat Presidium ditetapkan di ndalem Kasepuhan PP Denanyar Jombang, Jawa Timur.
(ameera/arrahmah.id)