NEW DELHI (Arrahmah.com) – Lebih dari tujuh bulan setelah kerusuhan, penjarahan, vandalism, dan pembunuhan terhadap Muslim dan properti mereka di wilayah timur New Delhi, dilaporkan masih ada pelecehan dan penghinaan terhadap warga muslim India di lingkungan tersebut.
Sebulan lalu, keluarga Fiza (14) menjual rumah mereka di Shiv Vihar agar mereka bisa pindah ke lokasi yang lebih aman dan terlepas dari tuduhan sumber virus Corona. Namun mereka harus menjual harga propertinya di bawah rata-rata pasar.
Sebelumnya untuk properti sekelas mereka dihargai Rs 20 lakh akan tetapi sekarang hanya dihargai Rs 12 lakh saja.
Menurut mereka hilang sejumlah Rs 8 lakh tidaklah mengapa daripada harus berada di lingkungan Shiv Vihar yang penuh pelecehan.
“Umat Hindu di wilayah kami mempersulit kehidupan sehari-hari kami sejak kerusuhan,” kata ibu Fiza, Nasreen (ket: bukan nama sebenarnya), “Mereka selalu menciptakan masalah ketika kami berjalan melewati mereka. Mereka biasa menyebut kami ‘virus corona’ dan menutup mulut mereka.”
Fiza dibesarkan di wilayah itu dan sangat kecewa ketika keluarganya pindah. Pertama, karena dia senang sekali dengan rumahnya dan kedua, karena tidak ada teman dekatnya yang datang mengunjunginya ketika dia pergi.
“Mereka bersikap seolah-olah tidak mengenal kami. Padahal biasanya kami bermain Holi bersama, merayakan Idul Fitri Bersama, dan pergi ke sekolah bersama. Bagaimana mereka bisa melupakan semua itu?” dia bertanya, seperti dikutip dari The Wire India pada Jumat (30/10/2020), “Ketika mereka melihat kami mengosongkan rumah, mereka membanting pintu dengan keras.”
Menurut Nasreen, lingkungan itu dulunya tempat yang menyenangkan sampai sebelum datangnya kerusuhan.
Seperti keluarga Fiza, Irfan (36) telah menjual sebagian propertinya dengan kerugian Rs 4 lakh.
“Anak-anak kami ketakutan sejak mereka menyaksikan kerusuhan. Mereka tidak bisa keluar rumah karena ketakutan,” ungkap Irfan.
Menjadi sasaran kekerasan dan dirugikan secara finansial akibat kerusuhan, keluarga Irfan akhirnya menerima penjualan properti mereka dengan harga lebih rendah karena membutuhkan uang agar dapat segera pindah dari sana.
Menurut agen perumahan Mohammed Rizwan, yang telah bekerja di Shiv Vihar selama 17 tahun, sekitar 50 keluarga muslim telah menyatakan menjual rumah mereka sejak kerusuhan tersebut. Meskipun mereka bukan orang kaya, mereka tidak memperdebatkan penawaran yang di bawah harga pasar. Ridwan memahami ini sebagai konsekuensi langsung dari kerusuhan.
“Penjual Muslim yang datang kepada saya ingin menjual properti mereka dan pindah ke Mustafabad, untuk hidup di antara komunitas muslim,” kata Rizwan.
Farhana Khan, korban sekaligus saksi penghinaan terhadap umat Islam, mengklaim bahwa umat Hindu di lingkungan itu dengan sengaja meneriakkan “Jai Shri Ram” tepat setelah adzan Maghrib setiap hari Selasa selama lebih dari sebulan.
Selain itu, beberapa wilayah di Shiv Vihar kini telah diberi gerbang. Pemasangan gerbang ini diprakarsai oleh mayoritas Hindu di daerah tersebut. Warga muslim, yang umumnya hanya dua atau tiga keluarga, dilaporkan kerap dikunci. Gerbang baru dibuka ketika mereka memohon untuk masuk ke wilayah tersebut.
Meski dilecehkan, Farhana terus meminta umat Islam untuk tetap tinggal di Shiv Vihar. “Mengapa kita harus pergi? Apa yang telah kita lakukan? Jika kita teruskan seperti ini, umat Islam akan menghilang dari Shiv Vihar,” katanya. (hanoum/arrahmah.com)