SOLO (Arrahmah.com) – ISAC (Islamic Studi and Action Center), sebuah lembaga sosial masyarakat yang sering menyoroti kasus terorisme, Selasa (20/7/2010), pukul 13.00 WIB, di Masjid Baitusalam Tipes Solo, mengadakan jumpa pers.
Hal ini terkait dengan kasus penangkapan yang dialami oleh Muarifin; warga Banyuanyar Rt 01 Rw 12 Banjarsari Surakarta; oleh Densus 88 Anti Teror (D88-AT).
Penangkapan terjadi Ahad (18/7), di Sragen. Tepatnya di Dukuh Ngledok Desa Kadipiro Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen.
Dalam pers release-nya, ISAC memandang bahwa penangkapan tersebut tidak dibenarkan dan tidak manusiawi.
Menurut informasi dari saksi mata yang diperoleh ISAC, bahwa Muarifin ditangkap oleh aparat setelah menunaikan sholat maghrib di Masjid Al Huda. Ia ditangkap dengan dibentak dan dipukul oleh 5 aparat. Muarifin sempat bertakbir 2 kali, namun secara cepat suara itu tidak ada, cuma terdengar seperti suara “Wedhus Mendhem”.
Selanjutnya ada 4 mobil dan 6 kendaraan Densus 88 (sekitar 20 orang) mendatangi rumah Suparjo (mertua Muarifin) lengkap dengan senjata laras panjang menggeledah rumah tersebut, mereka membentak Suparjo dan istri Muarifin (Naim Murniati). Tidak ada surat penggeledahan. Rombongan D88-AT justru mengambil handphone milik Muarifin dan tidak ada surat sita.
Menurut ISAC, dalam surat penangkapan yang diterima oleh Suparjo (mertua Muarifin), dengan nomor surat: SP.Kap/61/VII/2010/Densus, yang ditandatangani Kadensus 88 Bareskrim Polri Drs. Tito Karnavian, M.A., tertanggal 17 Juli 2010, posisi Muarifin masih diduga terlibat kasus peledakan bom JW Marriot dan Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Kasus pelatihan militer di Aceh serta kasus penembakan 3 anggota Polsek di Purworejo.
“Belum ada pembuktian secara hukum,” kata M. Kurniawan, S.Ag. SH. MH., selaku Ketua ISAC.
Tapi menurut investigasi ISAC, terdapat beberapa hal yang dinilai tidak dibenarkan secara hukum dan di pandang tidak manusiawi.
1. Selama ini Muarifin tidak pernah tersangkut masalah hukum apapun dan dengan siapapun, terlebih kasus terorisme (bukan DPO).
2. Muarifin tidak terkait masalah dengan penembakan anggota Polsek di Purworejo, pelatihan militer di Aceh, terlebih pemboman Hotel JW Marriot dan Hotel Ritz Carlton, sebagaimana tertulis dalam surat penangkapan.
3. Perbuatan D88-AT yang menggeledah tanpa ada surat perintah penggeledahan, masuk rumah warga dengan membentak dan sepatu tidak dicopot, mengambil HP tanpa ada ijin adalah cara-cara yang tidak manusiawi, melanggengkan budaya militeristik, tidak beradab dan bukanlah sosok Polri yang humanistik, pengayom, pelayan dan pelindung masyarakat.
4. Penganiayaan yang dilakukan D88-AT terhadap Muarifin bertentangan dengan pasal 28 UUD 1945, pasal 28i UUD 1945 menyebutkan hak untuk tidak disiksa, baik secara fisik maupun mental. Pelanggaran UU nomor 5 tahun 1998 tentang antipenyiksaan, dan pelanggaran UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.
5. Naim Murniati merasakan trauma mendalam atas penangkapan suaminya dan perlakuan kasar/brutal D88-AT di rumahnya.
Maka terkait hal tersebut, ISAC menyatakan:
1. Segera bubarkan D88-AT karena anti terhadap Islam dan kemanusiaan serta setiap aksinya pasti melanggar HAM.
2. Selama 7×24 jam Polri harus menjamin hak-hak warga negara termasuk Muarifin atas rasa aman, jauh dari tindak kekerasan fisik dan psikis serta hak perlakuan sama atas hukum termasuk hak menentukan penasehat hukum.
3. Berkoordinasi dengan TPM (Tim Pembela Muslim) untuk pendampingan proses hukum selanjutnya.
4. Kami berkeyakinan bahwa kasus terorisme selama ini terjadi merupakan bagian dari Grand Design negara asing untuk melemahkan kekuatan Muslimin di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai mitra negara barat dalam melawan Mujahidin Penegak Syariat Islam, dan dimanfaatkan sebagai pengalihan isu nasional yang menyangkut kepentingan Pemerintah dan Polri.
5. Kepada Pemerintah SBY supaya tidak menjadikan Indonesia sebagai sekutu asing dengan membiarkan penangkapan aktivis Islam secara sistematik, dan eksekusi mati muslimin di luar pengadilan yang dilakukan D88-AT. (muslimdaily/arrahmah.com)