Dibalik ’drama pembebasan’ sandera misionaris Korea Selatan (Korsel) di Afghanistan, dikabarkan ada konstribusi diplomat asal Indonesia. Siapa dia?
Seorang diplomat asal Indonesia dikabarkan ikut berperan-serta dalam negosiasi ’drama pembebasan’ sandera hari Selasa dan Rabu kemarin. Selain tiga pejabat Korsel dan dua komandan Taliban, diantara yang ikut melakukan negosiasi adalah pejabat KBRI di Afghan.
Nama pejabat tinggi Kedutaan Indonesia di Kabul itu adalah Heru Wicaksono. Nama Wicaksono muncul setelah beberapa kantor berita asing menyebutnya. Wicaksono, memaparkan bahwa Taliban termotivasi oleh “rasa prikemanusiaan” saat membebaskan para tawanan. Di sebutkan juga, pemerintah Afghanistan bahkan tidak terlibat dalam negosiasi yang berlangsung di Ghazni dan di fasilitasi oleh International Committe Red Cross (ICRC) itu.
Wicaksono yang berperan sebagai peninjau dalam pembicaraan itu, di pilih oleh kedua pihak sebab Indonesia dianggap sebagai negara Muslim yang terbesar.
Pujian SBY
Atas keikutsertaan dan keberhasilan diplomat Indonesia ini, tak urung, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut memberi penghargaan kepada Dubes Indonesia untuk Afghanistan, Erman Hidayat dan diplomat Heru Wicaksono.
Dalam sebuah pernyataan di Denpasar, Bali, kari Kamis kemarin, SBY mengatakan, Taliban menghormati Muslim Indonesia. ”Patut kita syukuri, ternyata pihak Taliban sendiri menghormati bangsa dan Pemerintahan Indonesia dan secara progresif membebaskan 12 warga Korea, dan mungkin menyusul beberapa orang lagi, ” kata Kepala Negara.
Kejadian ini, ditegaskan presiden, menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia adalah bangsa cinta damai.
”Sekembali saya kunjungan kerja dari Bali, saya akan menghubungi kembali Dubes dan diplomat kita tersebut, termasuk dengan Presiden Afghanistan Karzai dan apa yang diinginkan semua pihak sehingga terjadi penyelesaian secara damai dan bijak, ”ujar presiden.
Sejumlah koran Korea dan Jepang melaporkan dua pekan lalu bahwa Taliban meminta 10 juta dolar AS untuk tahanan itu, dan Korsel mempertimbangkan untuk memberikan 500.000 dolar AS.
Kepada kantor berita AP, Wicaksono menjelaskan, tak ada motif uang dalam drama penyanderaan itu.”Sepanjang yang saya dengar dan lihat, masalahnya bukanlah uang,” ujar Heru Wicaksono kepada AP.
Wicaksono juga mengatakan, keterlibatan Indonesia sebagai penengah pada Selasa lalu, merupakan hal yang patut disyukuri, karena dalam empat kali pertemuan keduanya tidak dicapai kesepakatan yang berarti.
Sumber: Hidayatullah