JAKARTA (Arrahmah.com) – Di bawah kepemimpinan Thomas Lembong, Kementerian Perdagangan dalam waktu dekat akan merelaksasi Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A. Permendag ini dikeluarkan masa kepeimpinan menteri perdagangan Rahmat Gobel.
“Intinya, Peraturan Dirjen Dagri yang mengatur khusus daerah wisata yang ada peraturan daerahnya itu, akan direlaksasi dan dikembalikan ke kabupaten kota untuk lokasi mana saja yang boleh (menjual), dan tidak melanggar Permendag yang ada,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Srie Agustina, di Jakarta, Ahad (13/9/2015), lansir ROL.
Aturan Dirjen Dagri No. 04/2015 tersebut mengatur tentang tata cara penjualan minuman beralkohol golongan A, khususnya untuk daerah wisata. Namun dengan direlaksasinya aturan tersebut, maka nantinya pemerintah daerah yang akan memiliki wewenang untuk menetapkan daerah mana saja yang bisa menjual bir dan minuman sejenisnya.
“Biarkan pemerintah daerah yang menentukan lokasi mana yang bisa menjual minuman beralkohol tersebut. Karena pemerintah daerah yang paling paham terhadap masyarakatnya, apakah memerlukan minuman beralkohol atau tidak,” ujar Srie.
Namun, Srie menegaskan, dengan adanya relaksasi tersebut bukan berarti minuman beralkohol golongan A bisa dijual kembali di minimarket, karena untuk pelarangan penjualan bir masih diatur dalam Permendag No 06/2015 tentang perubahan kedua atas Permendag No. 20/M-DAG/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.
“Untuk Perdirjen itu kan hanya (memperbolehkan) di kawasan wisata, nanti, di luar kawasan wisata juga boleh sepanjang bupati atau wali kota yang menetapkan, akan tetapi tetap non-minimarket,” kata Srie.
Srie menambahkan, dengan adanya rencana relaksasi tersebut pemerintah daerah yang akan menentukan, namun beberapa kota di Jawa Barat seperti Bandung dan Depok menyatakan bahwa mereka tidak memerlukan minuman beralkohol golongan A untuk masyarakat mereka.
“Dengan adanya relaksasi Perdirjen, artinya bupati atau wali kota yang paling paham mengenai masyarakatnya, butuh atau tidak. Seperti Bandung, mereka tidak butuh. Jawa Barat ada beberapa kota yang sudah menolak, Depok juga tidak mau,” ujar Srie.
Kurang lebih ada sembilan jenis minuman beralkohol golongan A yang beredar di Indonesia, yaitu shandy, minuman ringan beralkohol, bir, lager, ale, bir hitam atau stout, low alcohol wine, minuman beralkohol berkarbonasi, dan anggur brem Bali.
Rencana relaksasi tersebut merupakan salah satu yang masuk dalam Peket Kebijakan Ekonomi yang dikeluarkan pemerintah pada 9 September 2015. Dalam paket tersebut, rencana untuk relaksasi ini masuk ke dalam Daftar Kebijakan Deregulasi September 2015, dan direncanakan akan selesai pada bulan yang sama.
Tujuan dari adanya deregulasi tersebut, secara garis besar, diarahkan untuk memulihkan dan meningkatkan kegiatan industri atau utilisasi kapasitas industri, dan menghilangkan distorsi industri yang membebani konsumen dengan melepas tambahan beban regulasi dan birokrasi bagi industri.
Aturan terkait pelarangan penjualan minuman beralkohol golongan A di minimarket tersebut sesungguhnya baru berjalan efektif sejak April 2015, dalam masa kepemimpinan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel. Namun, aturan turunan dari Permendag tersebut akan direlaksasi setelah Rachmat digantikan oleh Thomas Lembong beberapa waktu lalu.
Pada saat itu, Kementerian Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang perubahan kedua atas Permendag No. 20/M-DAG/4/2014 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran dan penjualan minuman beralkohol yang melarang minimarket untuk menjual minuman beralkohol golongan A karena dianggap meresahkan masyarakat.
Setelah dikeluarkan Permendag tersebut, Kementerian Perdagangan juga mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A khususnya untuk daerah wisata di Indonesia.
Siapa Thom Lembong
Belum banyak yang mengenal nama Thomas Lembong, atau akrab disapa Tom Lembong. Meski belum pernah menduduki posisi di birokrasi, pengganti Rahmat Gobel sebagai Menteri Perdagangan baru ini sudah dikenal luas oleh para pelaku industri keuangan, baik di Indonesia maupun luar negeri. Saat ini, Tom masih memangku jabatan CEO & Managing Partner Quvat Capital, perusahaan investasi atau pembiak modal (private equity) di negara-negara ASEAN. Quvat mengoleksi sejumlah portofolio saham di sektor keuangan, konsumer, logistik dan lain-lain, seperti Blitz Megaplex.
Mengutip Katadata, sebelumnya dia pernah bekerja di sejumlah perusahaan keuangan terkemuka, antara lain Deutsche Bank dan Morgan Stanley. Selain itu, penyandang gelar Bachelor of Arts (AB) dari Harvard University pada tahun 1994 ini pernah selama dua tahun menduduki posisi Kepala Divisi Asset Management Investment Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Lalu, Tom menyeberang ke perusahaan investasi Farindo Investments (yang terafiliasi dengan Farallon Capital) yang kemudian membeli mayoritas saham Bank Central Asia (BCA) pada awal tahun 2000-an. Ia juga berperan dalam beberapa akuisisi besar perusahaan tambang di dalam negeri.
Saat penyusunan Kabinet Kerja bulan Oktober tahun lalu, nama Tom Lembong sempat muncul ke permukaan. Ia digadang-gadang sebagai Menteri Keuangan atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Meski akhirnya tidak masuk kabinet kala itu, Tom aktif memberi masukan-masukan soal ekonomi kepada Presiden Jokowi.
Kini, Tom diplot sebagai Menteri Perdagangan yang baru menggantikan Rahmat Gobel. Pergaulan peraih gelar Young Global Leader (YGL) oleh World Economic Forum (Davos) tahun 2008 ini, yang luas di dunia bisnis internasional ini diharapkan bisa memacu aktivitas perdagangan Indonesia. Ini tentu sebuah tugas yang berat di tengah kondisi perlambatan ekonomi dunia, defisit neraca perdagangan dan lesunya sektor usaha di dalam negeri.
(azm/arrahmah.com)