JAKARTA (Arrahmah.com) – Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon, mengkritik kebijakan Presiden Joko Widodo yang meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan PPATK, mempelajari rekam jejak sejumlah nama kandidat menteri.
Politisi Partai Gerindra itu berpendapat, kebijakan seperti itu aneh dan tidak sesuai konstitusi. Sebagai presiden, Jokowi mempunyai hak prerogratif untuk mengangkat siapa saja yang dianggap layak untuk membantunya di dalam kabinet pemerintahan.
“Saya pikir tidak perlu sampai dikirim ke KPK, karena itu bisa jadi masalah ketatanegaraan,” ujarnya di Kompleks Parlemen Senayan, usai hadiri pelantikan Jokowi sebagai Presiden, di gedung MPR, Senin (20/10/2014), sebagaimana diwartakan Pikiran Rakyat online.
Jika alasannya untuk tujuan transparansi dalam proses seleksi calon menteri, lanjut Fadli, sebenarnya cukup diumumkan ke publik saja. Dengan demikian, masyarakat akan melihat sendiri dan bisa memberikan masukan hingga kritik terhadap calon menteri yang masuk daftar.
“Kalau sekadar mau tau rekam jejaknya sebetulnya kan gampang, tinggal tanya saja. Jadi sebenarnya yang berkuasa itu siapa? Presiden atau KPK, yang menentukan menteri,” serunya.
Kalau kemudian dalam perkembangannya menteri yang diangkat itu terindikasi melakukan penyimpangan hukum atau korupsi, barulah meminta KPK menyelidiki dan memastikannya. Tetapi tidak perlu dilakukan seperti saat ini.
“Kalau ada masalah, baru nanti disampaikan ke KPK, misalnya ada dugaan keterlibatan korupsi. Tetapi bukan seperti sekarang yang menimbulkan kesan penyeleksi calon menteri itu adalah KPK,” tegasnya.
Seperti diketahui, KPK melakukan pertemuan dengan Joko Widodo, menjelang dilantik sebagai presiden, Minggu (19/10/2014) malam, untuk membahas rekam jejak calon menteri yang rencananya akan masuk dalam kabinet Jokowi-JK.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengaku kesulitan untuk menelusuri catatan kekayaan calon menteri dengan latar belakang swasta yang diserahkan Tim Transisi pada Jumat (17/10). Pasalnya KPK hanya memiliki data laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), bukan pihak swasta.
“Kami agak sulit kalau ada nama dari swasta, tapi kami punya sistem untuk deteksi semuanya. Tapi yang jelas masih lebih mudah menelusuri rekam jejak penyelenggara negara,” katanya.
Kendati begitu, Bambang memastikan pihaknya sudah berpengalaman dalam menelusuri rekam jejak, dan data hasil penelusuran kini sudah diserahkan kepada pihak Jokowi.
Beredar informasi bahwa ada sejumlah nama calon menteri yang dianggap bermasalah oleh KPK. Namun, Bambang maupun pimpinan KPK lainnya enggan untuk mengungkapkannya. (azm/arrahmah.com)