JAKARTA (Arrahmah.com) – Polemik seputar UU Pengelolaan Zakat akhirnya berujung ke Mahkamah Konstitusi. Sejumlah lembaga dan individu pegiat zakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Zakat (Komaz) telah secara resmi mengajukan permohonan uji materi (judicial review) UU No 23 Tahun 2011 tersebut.
“Gugatan ini didasari potensi pelemahan gerakan zakat dan ancaman penurunan syiar zakat di tanah air,” ujar Koordinator Komaz Sabeth Abilawa Sabtu (18/8) seperti dilansir JPNN.
Menurut dia, UU Pengelolaan Zakat yang disahkan akhir 2011 lebih terkesan sebagai bentuk hegemoni negara atas gerakan sosial masyarakat.
“Karena itu, kami sepakat menyerukan cabut UU ini, wujudkan pengelolaan zakat dari umat, oleh umat, untuk umat,” tandasnya. Gugatan yang dimotori tersebut resmi diajukan ke MK pada 16 Agustus lalu.
Kuasa hukum Komaz Heru Susetyo memaparkan, ada tiga hal utama yang menjadi pokok perhatian. Sentralisasi pengelolaan zakat yang diatur dalam pasal 6 dan pasal 17 menjadi salah satu fokus gugatan. Bahwa, Baznas-lah yang berhak melakukan pengelolaan zakat di tanah air. Sedangkan lembaga-lembaga zakat (LAZ) hanya berperan membantu Baznas. “Kedua pasal itu menunjukkan kesan peminggiran peran lembaga pengelola zakat yang selama ini telah lama mengedukasi masyarakat tentang zakat,” kata Heru.
Pasal lainnya yang digugat terkait dengan masalah”pembatasan pembentukan LAZ yang diatur dalam pasal 18 ayat 2. Di situ dinyatakan bahwa LAZ hanya bisa berdiri di atas badan hukum organisasi kemasyarakatan (ormas). Artinya, LAZ yang telah lama berdiri di atas badan hukum selain ormas diharuskan”menyesuaikan diri”dalam waktu lima tahun jika masih ingin mengelola zakat”di”tanah air.”
Atas hal tersebut, Heru menilai ketentuan itu tidak dipersiapkan dengan matang. Pasalnya, hingga saat ini, RUU tentang ormas sedang dibahas di parlemen. “Artinya, bentuk hukum ormas sendiri hingga hari ini kan masih misterius. Bagaimana mungkin memerintahkan kepada sesuatu yang belum jelas model dan bentuk kelembagaannya,” tambahnya.
Persoalan terakhir yang menjadi materi gugatan menyangkut kriminalisasi amil (pengelola) zakat. Pada pasal 38 dinyatakan bahwa hanya pihak-pihak yang mendapatkan izin dari pejabat berwenang yang dapat melakukan pengelolaan zakat. Ada ancaman pidana bagi yang melanggarnya.
Heru menyatakan, jika pasal itu diimplementasikan secara konsisten, akan ada ribuan amil tradisional yang harus berurusan dengan hukum. Mereka adalah para pengelola yang merupakan pengurus musala, pengurus masjid, dan lembaga sosial lainnya. “Mereka pun nanti harus mendekam lima tahun di penjara,” tegasnya. (bilal/arrahmah.com)