(Arrahmah.com) – Bagaimana sebuah negara bisa runtuh? Bagaimana Yogoslavia dan Yunani akhirnya hiladari peta dunia karena merekapun hilang dari percaturan negara-negara di dunia. Semua ternyata dipengaruhi oleh sistem moneter atau keuangannya.
Banyak negara lain yang juga mengalami krisis ekonomi sebagaimana dua negara sebelumnya. Hal itu dikarenakan, dunia tak lagi memakai emas sebagai standar keuangannya. Dan mereka bergantung pada hutang IMF, lintah darat internasional. Padahal sejarah mencatat, dunia telah mempratikan sistem uang emas dan perak sejak ditemukannya uang hingga perang dunia I.
Ketika para imperialis membuat tipu daya melalui penjajahan moneter dan ekonomi, maka mereka menggunakan uang sebagai salah satu sarana penjajahan. Tepatnya 1971, Amerika yang telah menjadi negara adidaya menghentikan penggunaan sistem emas, sejak itu emas praktis tidak terkait lagi dengan uang dan hanya sekedar salah satu bentuk barang.
Inilh sifat kapitalisme sejati yang dimunculkan Amerika. Ia sebagai pengemban mabda Kapitalis berambisi untuk menjadikan dollarnya sebagai standar moneter di dunia. Dengan begitu, dolarlah yang merajai aset internasional di pasar dan mencengkeram kekayaan tersebut, yaitu emas.
Sistem mata uang emas hancur, kurs pertukaran mata uangpun berubah-ubah secara drastis. Jadi, krisis itu diciptakan dengan kesengajaan. Hukum rimba berlaku, siapa kuat dia berkuasa.
Dalam pandangan Islam, standar moneter dan keuangan dengan emas ini telah menjadikan perekonomian stabil. Hak-hak Allah semisal zakat, hak-hak manusia semisal hutang serta harga yang dibeli, semuanya berhubungan dengan dirham dan dinar, berhubungan dengan emas dengan timbangan tertentu.
Sejak masa Rasulullah SAW, masa Khulafaur Rasyidin, awal masa Khilafah Bani Umayah hingga masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Khalifah Abdul Malik bin Marwanlah yang mengubah emas dan perak baik yang sudah diukir atau belum,
yang digunakan dalam transaksi ke dalam cetakan dan ukiran Islam. Kemudian dibentuk dalam bentuk satu timbangan yang tidak berbeda-beda. Serta berbentuk barang yang tidak perlu ditimbang lagi.
Beliau mengumpulkan mulai yang besar, kecil dan cetakan ke dalam satu timbangan Makkah. Setelah itu Khalifah Abdul Malik mencetak dirham dari perak dan dinar dari emas. Peristiwa itu terjadi pada tahub ke-75 Hijriah.
Sejak itulah, dinar dan dirham Islam telah dicetak. Dan menjadi khas mengikuti timbangan emas dan perak. Karena imperialisme inilah kita kemudian tak lagi memakai sistem moneter dengan standar keuangan. Yang tak hanya menimbulkan kesenjangan yang lebar antara kaya dan miskin. Namun juga menciptakan ketergantungan kepada kafir penjajah.
Kesejahteraan tak mungkin digagas tanpa ada konsep dasar, dan kita telah memiliki itu, yaitu Alquran dan As-Sunnah. Yang benar-benar bisa menjadi solusi problema manusia. Wallahu a’lam.
Sumber: kompasiana/rut sw
(*/Arrahmah.com)