SURABAYA (Arrahmah.com) – Radikalisasi tidak hanya terjadi pada permasalahan ideologi, di Indonesia radikalisasi juga terjadi di bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Pancasila memang bukan Islam tapi Pancasila islami, yang bisa menangkal radikalisasi tersebut. Demikian yang dikatakan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin.
“Radikalisasi sebagai dampak global tidak hanya ideologi, namun kita juga sok, misalnya kita menjalin kerja sama kawasan pasar ekonomi ASEAN-China (ACFTA), padahal hal itu membuat asing mudah masuk ke Indonesia,” katanya di Surabaya, Senin (4/7/2011).
Hal tersebut dikemukakan dalam acara rembuk kebangsaan bertema “Membedah Paham Radikal, Memahami Nilai-Nilai Pancasila” yang digelar dalam rangka pelantikan pengurus Nasional Demokrat (Nasdem) se-Jatim.
Ia menjelaskan bahwa kawasan pasar ekonomi yang disepakati bersama tidak hanya membuat investor asing mudah masuk ke Indonesia, namun kalangan asing pun menjadi dominan dalam pasar Indonesia, terlebih dengan dijamin oleh undang-undang.
Lebih lanjut ia mengungkapkan bahw adominasi asing di Indonesia ada dalam tiga bidang yakni energi, perbankan, dan telekomunikasi dengan kepemilikan asing hingga di atas 50 persen, sehingga masyarakat Indonesia hanya menjadi konsumen.
Oleh karena itu, masyarakat hendaknya tidak hanya terjebak dengan radikalisasi ideologi, sebab radikalisasi di bidang ekonomi, sosial, dan budaya justru menjadi “lahan sumber” dari tumbuhnya radikalisasi ideologi.
Meskipun mengatakan Pancasila bukan Islam, ia berpendapat untuk menangkal semua itu harus kembali kepada Pancasila.
“Untuk menangkal radikalisasi dalam segala bidang itu, maka kita harus kembali kepada Pancasila karena Pancasila memang bukan Islam, tapi Pancasila itu Islami. Kalau bukan Pancasila, maka Indonesia akan menjadi salah satu dari 10 besar `Negara Gagal` versi PBB,” katanya.
Sayangnya Din tidak menjelaskan konsep Pancasila Islami dinilai dari segi mananya. Padahal nilai-nilai Islam yang tertuang dalam Al Qur’an dan Assunnah jauh lebih kompleks dibandingkan Pancasila, selain itu solusi permasalahannya pun tidak tambal sulam seperti yang terjadi di Indonesia saat ini. (ans/arrahmah.com)