JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010 dan 2010-2015 Prof Dr M Din Syamsuddin mengeluarkan pernyataan sikap pada Selasa (19/3/2019) berkaitan dengan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), 17 April 2019.
Din Syamsuddin yang kini menjabat Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu Jakarta Selatan itu mengatakan, tujuh poin sikapnya itu dia sampaikan sebagai jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan dari banyak warga Muhammadiyah yang dialamatkan kepadanya.
Selengkapnya, pernyataan itu adalah: Pertama, Piplres sebagai sarana memilih pemimpin adalah tanggung jawab kebangsaan dan keagamaan sekaligus. Warga Muhammadiyah tidak baik jika tidak memilih (golput) karena itu mencerminkan sikap tidak bertanggung jawab.
Kedua, karena harus memilih dan tentu ada pasangan calon (paslon) yang dipilih, maka tidak ada sikap netral. Menurutnya, sikap netral mencerminkan keragu-raguan, ketakpastian, dan illiterasi politik, yang akan membawa kerugian.
Ketiga, bahwa organisasi Muhammadiyah tidak menentukan pilihan, menurut Din, itu sudah seyogyanya. Tapi warga Muhammadiyah harus mempunyai pilihan. Pilihan tersebut boleh dinyatakan atau tidak dinyatakan.
Keempat, bagi kelompok warga Muhammadiyah yang mendeklarasikan dukungan politik kepada calon tertentu, sebaiknya tidak membawa nama, lambang, atau hal yang dapat dipahami sebagai ciri khas Muhammadiyah.
Kelima, sebaiknya mereka yang melakukan hal di atas tidak dengan sikap fanatik, ekstrim, dan euforia (menjadi fanatikus buta atau zealot), apalagi jika mereka hanyalah petugas partai atau pekerja politik belaka.
“Terlalu mahal harga yang harus dibayar jika perilaku demikian membawa perpecahan dalam Muhammadiyah,” tandasnya.
Keenam, gunakan hak pilih secara cerdas dan bertanggung jawab, dengan pendekatan ruhiyah yaitu bertanya kepada hati nurani (istafti qalbak) dan pendekatan ‘aqliyah yakni mengedepankan akal pikiran (afala tatafakkarun).
Ketujuh, dalam memilih camkan hadits Nabi Muhammad SAW, “Man lam yahtamma bi umuril Muslimin falaisa minhum. Barang siapa yang tidak mempedulikan urusan kaum Muslimin adalah bukan dari mereka/kaum Muslimin).
“Maka pilihlah paslon yang diyakini secara sejati (bukan basa basi, dan bukan karena motif politik sesaat jelang Pilpres) memperhatikan, memedulikan, dan membela kepentingan atau aspirasi umat Islam. Tentu tanpa merugikan kepentingan umat agama lain”, pesanya.
“Saya pribadi tidak netral dan memilih dengan haqqul yaqin yang saya nilai perduli dan dapat membela aspirasi Muhammadiyah dan warga Muhammadiyah secara sungguh-sungguh dan berkeadilan dalam kerangka kebersamaan seluruh rakyat Indonesia. Pilihan itu tidak perlu saya ungkapkan karena saya tahu pasti warga Muhammadiyah cerdas sehingga Takfy lil ‘aqil al-isyarah, cukuplah bagi orang cerdas itu isyarat”, pungkasnya, lansir Sang Pencerah.
(ameera/arrahmah.com)