JAKARTA (Arrahmah.id) – Rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) semakin mendapatkan tentangan dari sejumlah pihak. Terbaru, muncul sebuah petisi yang secara terang-terangan menolak pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan Timur itu.
Petisi tersebut diprakasai oleh Narasi Institute dengan judul Pak Presiden, 2022-2024 Bukan Waktunya Memindahkan Ibu Kota Negara, seperti diansir laman (https://change.org/).
Terdapat 45 orang yang menjadi inisiator dari petisi yang sudah mengumpulkan tanda tangan hampir 4.300 lebih orang. Beberapa nama yang tertera sebagai inisiator petisi tampak tak asing bagi masyarakat tanah air.
Mereka adalah eks wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyo Muqoddas, ekonom senior seperti Faisal Basri, Din Syamsuddin, Muhammad Said Didu, Anhony Budiawan, hingga Fadhil Hasan.
“Kami para inisiator mengajak seluruh warga negara Indonesia untuk mendukung ajakan agar Presiden menghentikan rencana pemindahan dan pembangunan Ibu Kota Negara di Kalimantan,” tulis petisi tersebut Sabtu (5/2/2022), lansir VIVA.
Para inisiator menilai, rencana pemindahan ibu kota di tengah situasi pandemi COVID-19 saat ini dinilai tidak tepat. Apalagi, lanjut mereka, kondisi ekonomi masyarakat dalam keadaan sulit, sehingga tak ada urgensi memindahkan ibu kota negara.
“Terlebih saat ini pemerintah harus fokus menangani varian baru Omicron yang membutuhkan dana besar dari APBN dan PEN,” lanjut petisi itu.
Mereka mendesak, agar pembangunan IKN baru kembali dipertimbangkan. Pasalnya, Indonesia saat ini memiliki utang yang cukup besar, defisit APBN di atas 3 persen dan pendapatan negara yang turun.
“Adalah sangat bijak bila Presiden tidak memaksakan keuangan negara untuk membiayai proyek tersebut. Sementara infrastruktur dasar lainnya di beberapa daerah masih buruk, sekolah rusak terlantar dan beberapa jembatan desa terabaikan tidak terpelihara,” tambah petisi tersebut.
Para inisiator tersebut menganggap proyek pemindahan dan pembangunan ibu kota negara baru tidak akan memberi manfaat bagi rakyat secara keseluruhan dan hanya menguntungkan segelintir orang.
“Karena itu, pemindahan ibu kota negara dari Jakarta merupakan bentuk kebijakan yang tidak berpihak secara publik secara luas melainkan hanya kepada penyelenggara proyek pembangunan tersebut,” ungkap para insiator dalam petisi.
Mereka juga berpendapat, penyusunan naskah akademik tentang pembangunan Ibu Kota negara tidak disusun secara komprehensif dan partisipatif terutama dampak lingkungan dan daya dukung pembiayaan serta keadaan geologi dan situasi geostrategis di tengah pandemi.
Mereka mengungkapkan, lokasi yang dipilih berpotensi menghapus pertanggungjawaban kerusakan yang disebabkan para pengelola tambang batu bara.
Tercatat ada sebanyak 73.584 hektare konsesi tambang batu bara di wilayah ibu kota yang harus dipertanggungjawabkan.
“Pertanyaan besar publik adalah benarkah kepentingan pemindahan ibukota baru adalah untuk kepentingan publik?,” tanya mereka.
“Kami memandang saat ini bukanlah waktu yang tepat memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Penajam Pasir Utara Kalimantan Timur. Kami mengajak segenap anak bangsa yang peduli akan masa depan Bangsa dan Kedaulatan Bangsa untuk menandatangani di change.org,” pungkas pernyataan tersebut.
(ameera/arrahmah.id)