JAKARTA (Arrahmah.id) – Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin bersama 100 tokoh menyatakan penolakan atas hasil penghitungan suara Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Sikap itu dia ungkap dalam acara Gerakan Pemilu Bersih yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (21/2/2024). Adapun penolakan itu didasarkan atas dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
“Kami dengan penuh kesadaran dan keyakinan menolak hasil pemungutan dan perhitungan suara pilpres yang sedang berlangsung dan kelanjutannya,” kata Syamsuddin di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu, (21/2/2024).
Dia menilai, terdapat penyimpangan terhadap proses pelaksanaan Pilpres tahun ini. Menurutnya, penyelenggaraan Pilpres tidak mengacu pada prinsip kejujuran dan keadilan.
“Serta etika politik berdasarkan agama dan budaya bangsa, khususnya prinsip kejujuran dan keadilan,” jelasnya.
Menurut Syamsudin, dugaan pelanggaran Pilpres dimulai sebelum dan saat proses penghitungan suara hingga penetapannya oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Hal demikian ditandai adanya Daftar Pemilih Tetap (DPT) Bermasalah melibatkan sekitar 54 juta pemilih, seperti yang diajukan oleh pihak tertentu ke KPU, yang tidak diselesaikan dengan baik,” ungkapnya.
Syamsuddin juga menyebut adanya intimidasi yang ditujukan kepada rakyat. Bahkan, dia menyebut ada upaya pengerahan aparat untuk mendukung pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Dalam hal ini, Syamsuddin juga menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjukkan keberpihakannya melalu bantuan sosial (bansos) yang masif didistribusikan jelang pemungutan suara.
Pun begitu pula dengan penggelembungan suara. Dia menyebut praktik itu dilakukan untuk memenangkan pasangan Prabowo-Gibran.
“Berdasarkan keterangan para ahli, adanya indikasi rekayasa kecurangan melalui IT KPU yang servernya berada di luar negeri, dan dirancang (by design) menguntungkan paslon 02,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)