YOGYAKARTA (Arrahmah.com) – Kaum mustadh`afin di Indonesia memerlukan model dakwah pencerahan untuk membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan mereka, kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin.
“Kaum mustadh`afin adalah kelompok umat atau masyarakat yang lemah dan dilemahkan atau kaum yang lemah dan tertindas sehingga memerlukan model dakwah yang lebih terfokus dan komprehensif, yakni dakwah pencerahan,” katanya di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Kamis dikutip antara.
Menurut dia pada Pengajian Ramadan 1433 Hijriah Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, mereka memerlukan dakwah dengan materi, pendekatan, dan metode yang tepat sasaran, yang tidak cukup memadai dengan model yang konvensional yang cenderung parsial, monolitik, dan kuno.
“Oleh karena itu, penting untuk menawarkan alternatif model praksis dakwah pencerahan untuk membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan kaum mustadh`afin di Indonesia,” katanya.
Ia mengatakan masyarakat yang miskin, yatim, dan telantar dikategorikan dalam kaum yang lemah dan dilemahkan atau mustadh`afin. Hal itu terjadi bukan karena kondisi dan budaya melainkan korban dari struktur yang tidak adil atau menindas.
Mereka terdiri atas buruh tani, petani, nelayan, buruh pabrik, korban pemutusan hubungan kerja, tenaga kerja Indonesia di mancanegara yang mengalami nasib buruk, korban perdagangan manusia, anak jalanan, dan bayi telantar.
Selain itu, orang yang terjebak dalam pelacuran akibat kondisi sosial ekonomi yang serba kekurangan atau sebab lain yang merugikan hak hidupnya.
Menurut dia pendiri Muhammadiyah Kiai Ahmad Dahlan berdasarkan inspirasi Al-Ma`un sebenarnya telah mendialogkan teologi atau ajaran Islam dengan realitas sosial yang dihadapi kaum miskin, yatim, dan telantar untuk memberikan jawaban konkret yang bersifat pemecahan masalah secara partisipatif.
“Hal itu merupakan model praksis dakwah Al-Ma`un, yakni dakwah berbasis pemikiran teologis untuk aksi yang membawa perubahan dalam kehidupan kelompok masyarakat ke arah yang lebih baik,” katanya.
Ia mengatakan model praksis itu kelihatan sederhana tetapi sesungguhnya mengandung makna yang penting dalam strategi dakwah, yakni melahirkan dakwah “bil-hal” yang bersifat membebaskan, memberdayakan, dan memajukan.
Dakwah “bil-hal” atau dakwah praksis yang membebaskan, memberdayakan, dan memajukan itu kemudian disebut sebagai dakwah pencerahan.
“Dalam dakwah pencerahan berbasis Al-Ma`un itu Kiai Ahmad Dahlan dan kawan-kawan langsung menggarap atau mengentaskan kehidupan masyarakat yang miskin, yatim, dan telantar tanpa pandang bulu,” katanya. (bilal/arrahmah.com)