Oleh: Syahrul Efendi D (mantan Ketua Umum PB HMI MPO)
(Arrahmah.com) – Alkisah, DI/TII di Makassar meletus. Pimpinannya seorang leader kharismatik dan berhasil sempurna menyatu dengan rakyat. Dikisahkan, setiap kali Kahar Muzakkar menyambangi suatu desa, para penduduk desa dengan suka cita menemuinya dan membawa segala makanan yang bisa mereka hidangkan untuk Kahar Muzakkar dan pengikut-pengikutnya. Pidatonya menjadi magnet dan penghapus dahaga spritual rakyat-rakyat desa yang polos.
Singkat cerita, tibalah pasukan pemerintah dari Jakarta. Operasi mereka fokus mematahkan rantai pasok logistik DI/TII. Lalu dimana rantai posok logistik itu berada? Ternyata rantai pasok itu berada di tangan Andi Selle, salah seorang komandan pasukan Kahar Muzakkar. Komandan ini bertanggung jawab mengekspor kopra secara klandestein dari wilayah DI/TII ke Penang, Malaysia. Menurut pendapat pasukan pemerintah, jika rantai pasok logistik ini patah, maka secara berantai, akan patah pulalah pergerakan DI/TII di Sulawesi. Maka pasukan pemerintah pun mematahkan Andi Selle.
Apa yang dapat diambil i’tibar dari kisah itu? Gerakan Islam pun seharusnya dapat mengambil cara-cara efektif semacam itu. Rantai pasok logistik merupakan tulang punggung suatu entitas yang tidak bisa diremehkan begitu saja. Misalnya, jika gerakan Islam hendak membangun dirinya dengan kuat sembari bermaksud mematahkan lawan-lawannya, maka ia hendaklah memusatkan serangannya pada basis logistik lawan-lawannya. Sangat disayangkan, banyak yang menamakan diri gerakan Islam hanya terfokus pada aspek-aspek artifisial dari musuh-musuhnya. Misalnya, gerakan Islam menghabiskan tenaga untuk menghancurkan simbol-simbol maksiyat, seperti lokasi pelacuran, perjudian, club malam, dan seterusnya, tetapi tidak beranjak menghancurkan basis logistik dan basis rekrutmen club-club malam tersebut, sehingga club malam tersebut akan tetap beroperasi, baik secara terbuka atau tertutup. Tentu saja cara pemberantasan kemaksiyatan seperti itu bukanlah suatu yang buruk.
Basis logistik seperti apa?
Yang kita maksud basis logistik di sini ialah elemen-elemen yang mencakup aliran modal, pasar, teknologi, distribusi, bahan baku, energi, sumber tenaga kerja, kilang produksi, sistem keamanan yang menjamin beroperasinya kilang produksi, dan sebagainya. Kesembilan elemen logistik tersebut merupakan satu rangkaian yang masing-masing terkait menjamin terselenggaranya produksi.
Lawan-lawan gerakan Islam biasanya menguasai modal, teknologi, dan kilang, tetapi elemen sisanya mesti melibatkan negara dan rakyat dimana gerakan Islam itu hidup dan mengambil alasan pergerakannya. Misalnya saja, bahan baku, energi, tenaga kerja, dan pasar, mestilah dipasok oleh massa dari gerakan tersebut berada. Sekiranya elemen-elemen tersebut dapat dikuasai oleh gerakan Islam, tentulah siatuasinya akan berbeda.
Taktik boikot pasar merupakan cara yang masih cukup efektif menakutkan bagi lawan-lawan gerakan Islam. Tentu saja harus dikembangkan dengan kampanye dan edukasi yang efektif kepada massa yang menjadi pasar produk-produk lawan-lawan gerakan Islam tersebut. Demikian pun taktik boikot energi (pasokan listrik dan bahan bakar), bahan baku, dan sumber rekruitmen tenaga kerja. Hal-hal semacam itu, kiranya dapat mematahkan basis logistik bagi beroperasinya aktivitas lawan-lawan gerakan Islam yang pada muaranya akan mematikan aktivitas dan eksistensi lawan-lawan gerakan Islam.
Walhasil, perlulah gerakan Islam menyusun kembali strategi dan mengambil pertimbangan yang lebih rasional untuk menghadapi lawan-lawannya, ketimbang sedikit-sedikit meringis dan berteriak gara-gara lawan-lawannya yang menghinakan ajaran-ajaran Islam yang diyakini.
(arrahmah.com)