SOLOK, SUMBAR (Arrahmah.com) – Hari raya idul fitri bukanlah saat dimana kita harus bermewah-mewahan dengan baju baru, bukan juga saat kita bisa bebas dengan makan berlebihan. Bahkan tak sedikit orang yang ingin berpenampilan dan merasakan suasana lebaran secara wah mereka rela berhutang.
Terkait hal tersebut Wakil Bupati Solok, Sumatera Barat, Desra Ediwan Anantanur, mengimbau masyarakat di daerah tersebut agar merayakan Idul Fitri 1432 Hijriyah secara sederhana dan disesuaikan dengan kemampuan.
“Kita mengimbau masyarakat jangan sampai berutang untuk membeli kebutuhan lebaran, akan lebih baik masyarakat menghadapi lebaran sesuai dengan kemampuan dan merayakan dengan sederhana saja,” katanya di Solok, Sabtu (20/8/2011).
Ia berpendapat, kalau masyarakat berhutang apalagi sampai menggadaikan barang untuk membeli perlengkapan lebaran akan merepotkan sehabis lebaran nanti, karena akan berpikir keras untuk membayar hutang.
“Apalagi kalau ada yang berhutang kepada tengkulak akan semakin sulit dan yang miskin akan semakin susah,” katanya.
Terkait hal tersebut dia mengungkapkan bahwa dalam agama Islam tidak ada anjuran untuk menyambut lebaran dengan serba mewah, apalagi berhutang untuk membeli kelengkapan lebaran.
Selama ini masyarakat cenderung menghadapi lebaran tidak sesuai kemampuan, sering ikut-ikutan agar bisa membeli baju lebaran yang bagus dan lainnya.
“Banyak masyarakat yang berekonomi menengah ke bawah berhutang ke tengkulak, menggadaikan barang lainnya untuk mengikuti tren lebaran,” katanya.
Dia mengatakan, sikap seperti itu merupakan sikap yang harus dihilangkan, karena akan membuat masyarakat miskin semakin miskin. Idealnya, kata dia, masyarakat dalam menghadapi lebaran, disesuaikan dengan tingkat ekonomi, tidak usah ikut tren yang akan menyusahkan setelah lebaran nanti.
Meskipun sudah berulang kali dibahas dalam kajian terkait Idul Fitri dan Ramadhan, masyarakat sepertinya tak memahami makna hari raya Idul Fitri. Idul Fitri adalah saat dimana manusia seharusnya bersedih lantaran telah berlalunya bulan Ramadhan yang penuh berkah, sekaligus saat dimana Ummat bahagia karena pada awal Syawal saat dimana kita melanjutkan perjuangan kita hasil ‘training’ dari bulan Ramadhan. Menyambut sebelas hari menanti Ramadhan berikutnya dengan amal dan ibadah yang jauh lebih baik. Karena pada dasarnya Idul Fitri bukanlah saat berpesta pora, bermewah-mewahan, dan berlebihan. Wallohua’lam. (ans/arrahmah.com)