LOMBOK (Arrahmah.com) – Wabah Malaria merajalela di Lombok Barat dan menjangkiti sedikitnya 137 orang. Korban yang tertular juga mencakup perempuan hamil dan balita.
Penyakit yang ditularkan nyamuk ini terutama menyebar di tempat-tempat penampungan pengungsi, pasca gempa bumi yang meluluhlantakkan kawasan timur dan barat Lombok. Angka infeksi Malaria di Lombok saat ini mencapai dua kali lipat lebih tinggi ketimbang periode yang sama tahun lalu.
Akibatnya pemerintah kabupaten Lombok Barat mendeklarasikan darurat kesehatan untuk wilayahnya.
“Sudah 137 orang (terjangkit malaria). Belum ada yang meninggal,” sebut Bupati Lombok Barat, Fauzan Khalid, kepada BBC News Indonesia, Senin (17/9).
Fauzan telah menetapkan wabah malaria ini sebagai status Kejadian Luar Biasa (KLB) sejak 12 September lalu.
Berkat status tersebut, Kementerian Kesehatan, Balai Kesehatan Surabaya, dan Dinas Kesehatan Provinsi NTB dapat turut aktif menangani wabah di Lombok Barat.
Dalam rangka mencegah penyebaran malaria melalui nyamuk anoples betina, Pemkab Lombok Barat membagikan kelambu ke sejumlah titik pengungsian warga.
Saat ini jumlah kelambu masih sangat terbatas. Fauzan mengatakan, saat ini berbagai pihak telah menyumbangkan 2.500 kelambu untuk warga.
“Namun, kita membutuhkan 10 ribu-an kelambu, terutama kelambu berinsektisida. Kita usul ke Kemenkes untuk diambilkan dari cadangan provinsi lain,” tuturnya.
Dia mengatakan, pihaknya juga perlu mengambil sampel darah penduduk di semua dusun yang terdampak malaria. Jumlahnya diperkirakan lebih dari 18.000 orang.
“Untuk kepentingan tersebut sudah terbentuk 18 tim (1 tim terdiri dari 7 orang) yang setiap hari tiga kali ke lapangan,” jelasnya.
Hal ini, menurutnya, memerlukan dana. Diperkirakan uang yang diperlukan untuk mendanai tambahan kelambu, perangkat tes darah, dan upaya tanggap darurat mencapai Rp3,4 miliar.
Wabah malaria di Lombok Barat terjadi setelah pulau tersebut diguncang sejumlah gempa sejak Juli lalu.
Sementara itu, kepala dinas kesehatan Provinsi NTB, Marjito, mengatakan bahwa kondisi kesehatan warga yang lemah akibat menghuni tenda dan tidak cukup istirahat pascagempa Lombok menyebabkan tubuh mereka rentan dijangkiti malaria.
“Ketika tubuh seseorang lemah, itulah saat mereka mudah dijangkiti malaria dan masalahnya meningkat,” jelas Marjito, lansir BBC.
Status KLB ditetapkan pada 12 September lalu seiring ditemukannya kasus malaria pada dua bayi dan seorang ibu hamil selama Agustus-September. Jumlah itu meningkat dua kali lipat jika dibandingkan dengan bulan yang sama pada 2017 lalu.
(ameera/arrahmah.com)