WASHINGTON DC (Arrahmah.com) – Seorang profesor sekaligus pakar ekonomi Ivy League dikawal turun dari pesawat American Airlines setelah seorang penumpang melaporkannya tengah menulis kode-kode dalam bahasa Arab. Padahal, ia tengah menuliskan persamaan matematika untuk bahan presentasi kuliah.
Pakar ekonomi Guido Menzio (40), yang berasal dari Italia, tengah menuju Syracuse untuk melanjutkan penerbangan ke Ontario, untuk memberikan presentasi di Universitas Queen.
Penumpang yang berada di sebelahnya mencoba mengajaknya berbicara, namun ia terlalu fokus menulis catatan sepanjang perjalan. Mengira catatan itu merupkan kode dalam bahasa Arab, sang penumpang kemudian memberikan catatan itu kepada pramugari.
Padahal, catatan itu merupakan persamaan matemaika yang dikerjakan Mensio sebagai bahan yang akan disampaikan dalam presentasinya. Menzio merupakan seorang profesor madya di fakultas ekonomi di Universitas Pennsylvania.
Pesawat sudah berada di landasan pacu ketika sang penumpang yang tak dipublikasikan namanya itu mengira Menzio pura-pura sakit. Tak berselang lama, pilot mengarahkan kembali pesawat ke gerbang keberangkatan dan petugas maskapai meminta Menzio keluar dai pesawat. Menzio akhirya dikawal keluar pesawat.
Menzio kemudian diinterogasi oleh beberapa petugas keamanan yang mengatakan dia diduga seorang teroris. Namun, petugas akhirnya memutuskan Menzio tidak menunjukkan ancaman berbahaya setelah diketahui yang ia tulis hanyalah persamaan matematika.
Menzio mengkritik prosedur maskapai penerbangan yang tak mampu mengumpulkan informasi menyeluruh dalam situasi seperti ini.
Menurut Menzio, maskapai memiliki prosedur yang terlalu kaku, yaitu dengan hanya bertumpu pada informasi dari seseorang yang bisa jadi salah mengira.
Kejadian serupa juga pernah terjadi pada April lalu, ketika Khairuldeen Makhzoomi, seorang mahasiswa Universitas California, dikeluarkan dari pesawat maskapai Southwest Airlines, karena penumpang lain merasa terancam ketika dia berbicara bahasa Arab.
Makhzoomi tidak menuntut maskapai, namun dia menginginkan permintaan maaf.
“Martabat manusia adalah hal yang paling berharga di dunia, bukan uang,” kata Makzoomi. “Jika mereka meminta maaf, mungkin itu akan mengajarkan mereka untuk memperlakukan orang dengan setara,” tambahnya sebagaimana dilansir CNN (9/5/2016). (fath/arrahmah.com)