WASHINGTON, DC (Arrahmah.id) – Pemerintah Turki memantau secara ketat penahanan Rumeysa Ozturk, mahasiswa Ph.D. asal Turki di Universitas Tufts dan penerima beasiswa Fulbright, yang ditahan dan kemudian dilaporkan ditangkap oleh Imigrasi dan Bea Cukai Amerika Serikat (ICE) di dekat rumahnya di Somerville, Massachusetts.
Kedutaan Besar Turki di Washington, DC, menyatakan telah menghubungi Departemen Luar Negeri AS, Imigrasi dan Bea Cukai, serta otoritas terkait lainnya. Menurut pihak kedutaan, mereka terus memantau situasi Ozturk, memberikan informasi kepada keluarganya, serta mengupayakan layanan konsuler dan bantuan hukum untuk melindungi hak-haknya.
Ditahan Saat Ramadhan, Keluarga Protes
Ozturk ditahan pada Selasa malam saat dalam perjalanan menuju acara buka puasa (iftar), menurut pengacaranya, Mahsa Khanbabai. Ia dilaporkan ditangkap oleh agen federal bertopeng tanpa menunjukkan perlawanan.
Pengacaranya menegaskan bahwa hingga kini tidak ada dakwaan yang diajukan terhadap Ozturk. Petisi habeas corpus telah diajukan untuk mencegah pemindahannya ke luar Distrik Massachusetts, yang dikabulkan oleh Hakim Indira Talwani.
Pihak berwenang menuduh Ozturk terlibat dalam aktivitas yang mendukung Hamas, tuduhan yang dibantah keras oleh keluarganya dan tim hukumnya. Dalam pernyataannya kepada ABC News, juru bicara Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) menyebut Ozturk terlibat dalam aktivitas yang mendukung Hamas, organisasi yang mereka klaim sebagai kelompok teroris asing.
Sebuah video yang viral menunjukkan momen penangkapannya, di mana ia diborgol meskipun tidak menunjukkan tanda-tanda perlawanan.
Saudara Kecam, Sebut Ada ‘Perburuan Penyihir’
Saudara laki-lakinya, Dr. Asim Ozturk, mengecam keras penangkapan tersebut, menyebutnya sebagai tindakan tidak adil yang bertentangan dengan kebebasan akademik dan hukum internasional. Menurutnya, Ozturk ditahan hanya karena namanya tercantum dalam sebuah artikel di surat kabar universitas.
Ia menegaskan bahwa adiknya tidak pernah melakukan tindakan provokatif atau agresif terkait Palestina. Ozturk juga disebut menjadi target blacklist oleh Canary Mission, sebuah situs yang dikenal menargetkan aktivis pro-Palestina.
Karena identitas Muslimnya, dia menjadi sasaran tindakan yang tidak adil ini. Penangkapan ini bertentangan dengan nilai-nilai dasar kebebasan berekspresi yang dijunjung tinggi oleh Amerika, tegasnya.
Ozturk sebelumnya dikenal sebagai mahasiswa berprestasi di Turki sebelum memulai studi doktoralnya di AS dengan beasiswa Fulbright.
Politisi AS Kecam, Sebut Upaya Membungkam Aktivis
Sejumlah anggota Kongres AS mengkritik keras penahanan Ozturk, menyebutnya sebagai bagian dari pola yang lebih luas dalam menekan kebebasan berbicara dan hak-hak sipil.
Pemerintahan Trump menculik orang-orang dari jalanan, ujar Rashida Tlaib, anggota DPR dari Partai Demokrat. Ia menambahkan bahwa tindakan ini adalah awal dari represi terhadap para pendukung Palestina dan hak asasi manusia.

Senator Elizabeth Warren menyebut penangkapan ini sebagai upaya membungkam kebebasan sipil dan melanggar Konstitusi AS. Sementara itu, Rep. Ilhan Omar menilai tindakan ini sebagai bentuk otoritarianisme terang-terangan yang melanggar hak atas kebebasan berpendapat dan proses hukum yang adil.
Perwakilan New York, Nydia Velazquez, juga mengecam kejadian ini, menyebutnya sebagai bentuk represi politik terhadap mahasiswa yang mengkritik kebijakan luar negeri AS.
Aktivis HAM: Ini Serangan terhadap Kebebasan Akademik
Direktur eksekutif CAIR-MA, Tahirah Amatul-Wadud, mengecam keras penangkapan Ozturk. Ia menyebutnya sebagai serangan langsung terhadap kebebasan berbicara dan akademik.
Menurutnya, masyarakat Massachusetts harus menyadari bahwa pemerintah federal mulai menerapkan taktik represif untuk membungkam kritik terhadap kebijakan luar negeri AS, khususnya yang berkaitan dengan genosida “Israel” terhadap rakyat Palestina.
Target Kampanye ‘Blacklisting’ Aktivis Pro-Palestina
Penahanan Ozturk terjadi setelah kampanye oleh Canary Mission, situs yang dikenal karena memasukkan aktivis pro-Palestina ke dalam daftar hitam.
Pada 2024, Ozturk menulis artikel opini di The Tufts Daily, menyerukan universitas untuk mengakui apa yang ia sebut sebagai “genosida Palestina” dan menarik investasi dari perusahaan yang terkait dengan “Israel”.
Menurut situs ICE Locator, saat ini Ozturk ditahan di fasilitas penahanan di Louisiana. Universitas Tufts menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui insiden ini sebelumnya dan tidak memberikan informasi apa pun kepada otoritas federal sebelum kejadian.
Gelombang Represi terhadap Aktivis Pro-Palestina
Penangkapan Ozturk terjadi di tengah gelombang tindakan keras terhadap aktivis pro-Palestina di dunia akademik AS. Dalam beberapa bulan terakhir, ICE menargetkan individu seperti aktivis Palestina Mahmoud Khalil dan peneliti Georgetown Badar Khan Suri.
(Samirmusa/arrahmah.id)