(Arrahmah.com) – War on terorrism (WOT) atau perang melawan terorisme kian dikenal dalam ingatan publik. Upaya penanaman dalam benak setiap orang dilakukan berulang-ulang. Ditambah lagi dengan rangkaian peristiwa teror dan pembunuhan ‘terduga’ teroris. Ujung yang diharapkan dari itu semuanya adalah adanya jaminan UU untuk menindak dan melakukan WOT di Indonesia. Lantas, siapa yang akan jadi korban?
Untuk menghimpun WOT dalam era komunikasi publik dan media sosial, BNPT menggandeng pemuda. Sasaran ini dianggap penting, karena BNPT memainkan WOT dengan sentuhan yang lembut (soft approach) dan berasa intelektual. Karena memang tugasnya untuk merubah maindset dan view dari radikal/kekerasan kepada jalan damai/aman. Ajakan kepada pemuda ini diharapkan mampu menreduksi pemahaman radikal sejak dini. Bahkan pemuda dengan senang hati diajak dalam digital WOT sebagai upaya bela negara. Beberapa agenda dilakukan untuk menjaring pemuda, di antaranya pembuatan karya tulis ilmiah, kajian ilmiah yang menggandeng Kepolisian dan Dinas Pendidikan, serta workshop duta damai dunia maya.
Dibalik digital WOT
Pesan damai melalui dunia digital—jejaring dunia maya dan media sosial—bertujuan menyampaikan komunikasi yang bernada positif. Selain itu sebagai upaya untuk mereduksi upaya penanaman ideologi radikalisme melalui dunia digital. Sayangnya, hal yang sering diserang adalah mereduksi sikap pemahaman umat Islam. Akhirnya umat Islam takut dengan bayang-bayangnya sendiri. Seolah umat Islam menjadi yang tertuduh. Naif sekali.
Jihad dianggap upaya kekerasan. Padahal jihad adalah upaya untuk meninggikan agama Allah dan membela kehormatan umat Islam. Bukankah dahulu KH Hasyim Asy’ari meneyerukan jihad melawan penjajah? Apakah lantas Mbah Hasyim disebut inspirator terorisme dan radikalisme?
Syariah Islam pun dianggap bertentangan dengan hukum yang ada dan tidak cocok diterapkan dalam kehidupan. Syariah Islam dianggap menindas, melanggar HAM, dan inspirasi kekerasan. Sebaliknya, pasukan digital WOT akan mempromosikan Islam Damai model Barat. False toleransi (toleransi yang salah) digaungkan untuk menginjak umat Islam. Pluralisme dianggap paham yang seharusnya diemban oleh mayoritas negeri ini untuk menghindari perpecahan masyarakat. Semangat umat Islam untuk kembali ke syariah dianggap impian konyol dan mengkhayal.
Hal yang lebih mengherankan adalah Khilafah dianggap sebagai ancaman. Pasukan digital WOT dan lembaga yang mendanainya sengaja ingin mengaburkan esensi dan hakikat Khilafah. Upaya penyesatan itu dilakukan karena selama ini orang yang tertangkap dan terduga ‘teoris’ dalam setiap introgasinya hasilnya ingin mendirikan Khilafah/Daulah Islam. Sebaliknya, jika ada upaya disintegrasi dan separatisme semua diam seribu bahasa. Tanpa ada upaya untuk menjaga keutuhan bangsa dari perpecahan.
Karena itu umat Islam harus waspada dari upaya digital WOT ini. Bagi kalangan pemuda tugas kalian sesungguhnya adalah menjadi pembela Islam terpercaya. Kajilah Islam dari akar hingga daunnya. Pahami dari aqidah hingga Khilafah. Kaji lebih dalam syariah yang membawa berkah. Serta aktiflah dakwah untuk mengembalikan kehidupan Islam. jangan terperdaya dengan godaan dunia, meski engkau mendapatkan bayaran berlimbah dunia. Ingatlah kehidupan akhirat yang kekal dan perlu banyak perbekalan. Pahamilah baik-baik di balik digital WOT diantara rangkaian WOT yang digelorakan secara internasioanal ini.
Harus dipahami
Hampir tidak ada satu pun gerakan Islam yang ada saat ini, kecuali harus siap-siap dicap sebagai teroris oleh Amerika. Ya, AS, Barat, dan sekutunyalah yang mewacanakan War On Terorrism ini yang sejatinya adalah War on Islam. Cap ini pun bahkan tidak dapat dihindarkan oleh gerakan-gerakan dan partai-partai Islam yang sama sekali tidak menggunakan kekerasan untuk mencapai target-targetnya. Sebab, Amerika telah menganggap bahwa aktivitas semua gerakan, partai, atau negara yang menyerukan kembalinya Islam adalah aksi “teroris” yang bertentangan dengan Undang-Undang Internasional. Selanjutnya, berdasarkan justifikasi ini dan berdasarkan ketentuan yang harus dijalankan oleh negara-negara penandatangan Undang-Undang Terorisme, Amerika dapat menghimpun kekuatan negara-negara tersebut di bawah kepemimpinannya untuk memukul berbagai gerakan, partai, atau negara tersebut.
Dari sinilah, kaum Muslim – yang kini tengah berjuang mengembalikan Khilafah dan menjadi sasaran langsung dari langkah politik yang disebut dengan “melawan terorisme”- berkewajiban untuk membentuk opini umum Dunia Islam dan opini internasional. Caranya adalah dengan membongkar hakikat dari apa yang dinamakan Undang-Undang Terorisme dan hakikat politik Amerika yang digunakan untuk menciptakan hegemoni atas dunia melalui undang-undang itu. Kaum Muslim berkewajiban untuk membeberkan bahwa Amerikalah sebenarnya yang berada di balik aksi-aksi terorisme yang banyak. Maka dapat dipastikan UU Anti-Terorisme dan upaya revisinya adalah bukti bahwa rezim ini bekerja atas perintah AS, Barat, dan Sekutunya demi menutupi penjajahan dan pengerukan Sumber Daya Alam. Serta upaya jelas untuk menghadang kebangkitan Islam dalam naungan Khilafah. Berfikirlah secara cerdas! Mari gunakan media digital untuk melawan mereka!
Kamal (Netter/Khilafah Community Lamongan)
(*/arrahmah.com)