TEHERAN (Arrahmah.id) — Pemerintah Iran berencana membubarkan unit polisi moral setelah lebih dari dua bulan diprotes imbas penangkapan ddan meninggalnya Mahsa Amini yang dianggap berpakaian tak sesuai aturan.
Jaksa Agung Mohammad Jafar Montazeri mengatakan polisi moral rencananya dibubarkan karena tidak berhubungan dengan peradilan.
“Polisi moralitas tidak ada hubungannya dengan peradilan,” ungkapnya seperti dikutip dari AFP (4/12/2022).
Selain rencana pembubaran polisi moral, Iran pun mengkaji ulang wajib hijab bagi perempuan, salah satu aturan yang memicu gelombang demonstrasi besar-besaran dua bulan belakangan.
“Parlemen dan kehakiman sedang mengkaji [aturan itu],” ujar Jaksa Agung Iran, Mohammad Jafar Montazeri, seperti dikutip AFP (3/12).
Montazeri tak menjabarkan lebih lanjut bagian mana dari hukum itu yang kemungkinan dapat diubah.
Sebagaimana dilansir kantor berita ISNA, Montazeri hanya mengatakan bahwa tim pengkajian ulang itu sudah bertemu pada Rabu lalu “dan hasilnya dapat dilihat dalam satu atau dua pekan.”
Iran sendiri mulai memberlakukan wajib hijab untuk perempuan sejak April 1983, empat tahun setelah revolusi 1979. Revolusi itu meruntuhkan monarki Iran yang didukung Amerika Serikat.
Belakangan, mulai muncul desakan untuk menghapuskan aturan ketat tersebut. Namun hingga kini, isu tersebut masih menjadi perdebatan yang sensitif.
Kaum agamawan menganggap aturan tersebut harus tetap ditegakkan. Sementara itu, kubu reformis ingin keputusan untuk pemakaian hijab berada di tangan individu.
Di tengah perdebatan ini, kepolisian Iran masih terus menahan perempuan-perempuan yang kedapatan tak mematuhi aturan ketat soal hijab ini, termasuk Mahsa Amini.
Kisah Amini membuat publik menaruh perhatian ke polisi moral Iran.
Polisi moral sendiri adalah komponen dari Pasukan Penegakan Hukum Iran (LEF) yang menegakkan aturan soal ketidaksopanan dan kejahatan sosial. Mereka memiliki akses ke kekuasaan, senjata, dan pusat penahanan.
Mereka juga memiliki kendali atas “pusat pendidikan ulang” yang baru-baru ini diperkenalkan.
Pusat pendidikan itu bertindak seperti fasilitas penahanan. Warga bisa saja ditahan karena gagal mematuhi aturan soal kesopanan.
Di dalam fasilitas penahanan, para tahanan diberikan kelas tentang agama dan pentingnya hijab. Pihak berwenang kemudian akan memaksa mereka menandatangani janji untuk mematuhi peraturan pakaian sebelum bebas. (hanoum/arrahmah.id)