SYDNEY (Arrahmah.com) – Dalam rangka mencari peluang pekerjaan yang lebih baik, banyak orang Australia yang mengubah nama Muslim maupun asing mereka untuk mengatasi diskriminasi di tempat kerja dan meningkatkan kesempatan kerja mereka.
“Aku punya teman yang secara pribadi telah mengubah nama mereka, dan mereka meyakini bahwa tindakan itu memiliki efek mendalam pada jalur karir mereka,” kata Jeffery Wang, seorang Eksekutif Keuangan Senior kelahiran Cina kepada surat kabar SBS pada Senin (15/4/2013), seperti dilansir OnIslam.
“Saya yakin itu berpengaruh bagi Anda, itu ‘bagus'” tambah Wang, yang menjalankan sebuah forum pengembangan profesional untuk membantu pemuda Australia dari latar belakang multi-etnis memajukan karier mereka.
Wanita Muslim kelahiran Australia, Cindy Mohamed, adalah salah satu Muslim yang mengubah namanya untuk mencari pekerjaan.
Para wanita Muslim muda mengubah namanya karena merasa tertekan dengan berbagai penolakan lapangan pekerjaan seakan mereka tidak memenuhi persyaratan.
Mengubah nama menjadi ‘Makram’, nama yang dipinjam dari pihak keluarga ayahnya, dia berhasil menjalani wawancara kerja di sebuah perusahaan yang sebelumnya telah menolaknya sebagai Cindy Mohamed.
Dia sangat kecewa dengan kenyataan bahwa namanya mempengaruhinya usahanya berburu pekerjaan.
“Saya lekas berpikir, ‘Mulai sekarang saya mengirimkan resume saya dengan nama Cindy Makram.'”
Pengalaman menjengkelkan itu mencerminkan tren yang berkembang di perusahaan Australia, cenderung merekrut pekerja Australia dengan nama Inggris.
Fakta ini dibuktikan oleh para peneliti dari Australian National University yang menemukan mereka dengan nama yang terdengar “non-Anglo” harus mengirimkan lebih banyak resume untuk dapat mejalani wawancara.
Seseorang dengan nama yang terdengar seperti berasal dari Timur-Tengah biasanya harus mengajukan lamaran 64 persen lebih dari pada seseorang dengan nama yang terdengar “Inggris” untuk dapat menjalani wawancara kerja.
Studi lainnya yang dirilis oleh University of Melbourne pada bulan Maret menemukan bahwa para pencari kerja lebih mungkin untuk merasa didiskriminasi atas dasar etnis saat mencari pekerjaan daripada setelah mereka benar-benar telah diterima dan menjalankan peran mereka (di perusahaan).
Wang mengatakan dia “tidak terkejut” oleh temuan penelitian itu.
“Kenyataannya adalah bahwa itu mungkin tidak terlalu jauh dari kebenaran sama sekali,” katanya.
Para peneliti telah mendorong pencari kerja yang takut didiskriminasi untuk mempertimbangkan mengubah nama mereka.
“Ini adalah nasihat yang diberikan oleh beberapa pengacara imigrasi,” tulis Alison Booth, salah satu peneliti studi.
Namun, Cindy mengatakan dia merasa percaya diri kembali ke nama sebenarnya setelah dia telah mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan telekomunikasi besar.
“[Perusahaan] itu menakjubkan,” katanya.
“Mereka berkata, tahu, kami Muslim, kami Hindu … Itu tidak masalah.”
“Saya menggunakan nama Mohamed kembali sekarang. Saya lebih percaya diri menggunakan nama saya yang sebenarnya dibandingkan dengan tujuh tahun lalu,” katanya.
Seperti kebanyakan Muslim Australia yang kurang beruntung seperti Cindy, ia mendesak pengusaha untuk melihat resume keseluruhan sebelum membuat keputusan tentang apakah akan mewawancarai orang-orang dengan nama Muslim atau tidak.
“Rekrut orang berdasarkan keterampilan mereka, bukan nama mereka,” katanya.
Muslim, yang telah berada di Australia selama lebih dari 200 tahun, membentuk 1,7 persen dari 20 juta penduduknya.
Islam adalah agama terbesar kedua di negara itu setelah Kristen.
Sebuah jajak pendapat tahun 2007 yang dilakukan oleh Issues Deliberation Australia (IDA), menemukan bahwa pada dasarnya warga Australia melihat Islam sebagai “ancaman” terhadap cara hidup Australia.
Sebuah laporan pemerintah baru-baru ini juga mengungkapkan bahwa Muslim Australia menghadapi Islamofobia mendalam dan perlakuan rasis. (banan/arrahmah.com)