MICHIGAN (Arrahmah.id) – Sejarawan terkemuka ‘Israel’ Ilan Pappe, yang dikenal karena pandangannya yang sangat anti-Zionis, mengungkapkan bahwa dia diinterogasi selama dua jam oleh FBI setibanya di Bandara Detroit pada Senin (13/5/2024). Selama penahanannya, pejabat keamanan AS mencatat semua yang ada di ponselnya. Profesor berusia 70 tahun, yang telah lama menjadi kritikus vokal terhadap ‘Israel’ dalam pidato dan bukunya, berbagi pengalamannya melalui media sosial.
Dalam pernyataannya, Pappe menggambarkan pertanyaan tersebut sebagai sesuatu yang “di luar dugaan,” dimana dua agen FBI menanyakan kepadanya tentang dugaan dukungannya terhadap Hamas dan apakah ia menganggap tindakan ‘Israel’ di Gaza merupakan genosida. “Mereka bertanya kepada saya apa yang saya yakini sebagai solusi terhadap ‘konflik’ tersebut (serius, inilah yang mereka tanyakan!),” tulis Pappe, mengungkapkan ketidakpercayaannya terhadap sifat dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Profesor tersebut mengatakan bahwa dia diinterogasi tentang hubungan pribadinya, dan para agen menanyakan tentang teman-teman Arab dan Muslimnya di Amerika, lamanya hubungan mereka, dan sifat interaksi mereka. Pappe merespon dengan mengarahkan para agen tersebut ke karya-karyanya yang diterbitkan dalam beberapa kasus, sementara memberikan jawaban singkat “ya” atau “tidak” pada kasus lain, dengan alasan kelelahan setelah penerbangan delapan jam.
Dia juga menyebutkan bahwa agen-agen FBI terlibat dalam percakapan telepon yang panjang dengan pihak yang tidak dikenal, yang dia duga adalah seorang pejabat ‘Israel’. Setelah percakapan tersebut, para agen menyalin isi teleponnya sebelum mengizinkannya memasuki negara tersebut.
https://web.facebook.com/ilan.pappe/posts/8283529698343155?ref=embed_post
Terlepas dari sifat interogasi yang meresahkan, Pappe percaya bahwa tindakan yang dilakukan AS dan negara-negara Eropa, yang dilakukan di bawah tekanan dari lobi pro-‘Israel’ atau ‘Israel’ sendiri, merupakan indikasi “kepanikan dan keputusasaan” di pihak mereka. Ia yakin bahwa reaksi-reaksi tersebut merupakan respon terhadap reputasi ‘Israel’ yang semakin ternoda, yang ia perkirakan akan segera menjadikan negara tersebut menjadi “negara paria”.
Pengalaman Prof Pappe muncul setelah insiden baru-baru ini di mana akademisi Palestina, termasuk Rektor Universitas Glasgow, Ghassan Abu Sitta, ditolak masuk ke Prancis dan Jerman. Peristiwa ini telah menimbulkan kekhawatiran mengenai perlakuan terhadap individu yang kritis terhadap kebijakan ‘Israel’ dan pengaruh lobi pro-‘Israel’ terhadap pemerintah asing. (zarahamala/arrahmah.id)