KUNINGAN (Arrahmah.com) – Kemelut pembangunan dan relokasi Gereja GKI di Kabupaten Kuningan belum usai. Aliansi Masyarakat Muslim Purwawinangun menyayangkan sikap Bupati Kab. Kuningan H Aang Hamid Suganda.
Dalam surat kabar harian ‘Kabar Cirebon’, Rabu (5/12) Bupati Kabupaten Kuningan itu menyatakan pembangunan gereja di Jalan Siliwangi akan terus berlanjut. Sebab, menurutnya, pembangunan gereja itu bukan penambahan rumah ibadah melainkan hanya relokasi dari gereja di depan SDN 1. “Ini karena alasan kemacetan jika kebaktian sedang berlangsung,” ujarnya seperti dilansir Media Umat.
Aang menambahkan proses relokasi gereja tersebut masih ditempuh oleh panitia pembangunan, seperti pengumpulan KTP dukungan warga sekitar dan sebagainya. Dan jika persyaratan sudah lengkap maka gereja itu akan segera di bangun. “Semua pihak harus bisa mengerti dan memahami tentang arti pentingnya menjaga kerukunan antar umat beragama,” imbuhnya.
Namun, Totong Heriawan, pengurus Aliansi Masyarakat Muslim Purwawinangun, mengkritik sikap bupati tersebut. Menurutnya, persoalannya bukan masalah toleransi dan menjaga kerukunan antara beragama. “Itu hanya lips service,” ujar Pengurus tersebut pada Media Umat.
Ia menunjuk fakta di lapangan adanya penipuan yang dilakukan pihak GKI terhadap warga Kuningan dalam membangun gereja tersebut. Pihak GKI Kab. Kuningan mengklaim telah mendapat dukungan sebanyak 82 orang warga Kelurahan Purwawinangun. “Nyatanya, saat verifikasi dukungan tersebut diperoleh dari tipu daya dan kebohongan-kebohongan,” imbuhnya.
Di antaranya, dengan mengatakan bahwa mereka akan mendirikan Taman Kanak-Kanak (TK) dan Tempat Pendidikan Al-Quran (TPA) ternyata yang dimaksud itu bukan Taman Kanak-Kanak (TK) tapi Tempat Kebaktian (TK) dan TPA berarti Tempat Pendidikan Al-Kitab. “Kemudian mereka juga meminta photo copy KTP dan mengatakan untuk pembagian sembako,” jelas Totong.
Setelah mengetahui penipuan tersebut warga pun menarik dukungan hingga tersisa hanya sekitar 20 orang saja. “Setelah gagal dengan tipu daya jilid satu, mereka meneruskan dengan tipu daya jilid dua-nya,” ungkapnya.
Seharusnya melihat fakta-fakta itu, kata Totong, seharusnya Bupati Kuningan segera mengeluarkan surat penolakan pembangunan dan relokasi gereja. Sama sekali tidak beralasan apabila melakukan pembiaran terhadap tipu daya yang dilakukan oleh pihak GKI.
“Dengan sikap Bupati seperti itu, akan timbul tanda tanya bagi masyarakat Muslim, ada apakah di balik semua ini?” terangnya.
Totong menegaskan melakukan pembiaran terhadap tipu daya serta kebohongan-kebohongan yang dilakukan oleh pihak Gereja GKI adalah sikap yang tidak menghormati hukum, diskriminasi, tidak memberikan kepastian hukum bagi masyarakat Muslim, tidak menghormati hak-hak masyarakat Muslim, tidak menjaga kerukunan umat beragama serta tidak menjaga Kuningan yang kondusif.
“Memaksakan kehendak dengan menafikan fakta-fakta sebagaimana tersebut adalah merupakan sikap yang arogan,” pungkasnya. (bilal/arrahmah.com)