MASSACHUSETTS (Arrahmah.id) – Universitas Harvard telah membatalkan tawaran beasiswa untuk mantan kepala Human Rights Watch karena kritiknya terhadap pendudukan “Israel” di wilayah Palestina, menurut majalah AS, The Nation.
Kenneth Roth menghabiskan hampir 30 tahun sebagai direktur eksekutif kelompok hak asasi sebelum mengumumkan pengunduran dirinya pada April 2022.
Dia kemudian menerima tawaran dari Carr Centre for Human Rights Policy untuk bergabung dengan Harvard Kennedy School, sekolah kebijakan publik dan pemerintahan, bagian dari Universitas Harvard. Namun tawaran itu diduga dibatalkan oleh dekan sekolah tersebut, Douglas Elmendorf, yang menuduh Roth sebagai “bias anti-Israel” dan mempermasalahkan tweet masa lalu sang aktivis di “Israel”.
Roth menggambarkan keputusan itu sebagai “gila”, menurut The Nation, menambahkan bahwa Elmendorf “tidak memiliki keberanian sama sekali.”
“Elmendorf sangat takut dengan laporan @HRW tentang “Israel” (HRW menerapkan standar yang sama di wilayah manapun) sehingga dia membatalkan beasiswa yang ditawarkan oleh Kennedy @CarrCenter kepada saya”.
Kenneth Roth adalah sosok terkenal di kalangan akademisi dan aktivis, yang diberi label ‘ bapak baptis ‘ hak asasi manusia oleh The New York Times.
Di bawah kepemimpinan Kenneth Roth, Human Rights Watch berkembang dari 60 karyawan menjadi 550 orang yang memantau lebih dari 100 negara, dan anggaran organisasi telah berkembang dari sekitar $7 juta menjadi hampir $100 juta.
Human Rights Watch adalah salah satu dari beberapa kelompok hak asasi manusia, termasuk Amnesti Internasional, yang menuduh “Israel” melakukan praktek apartheid di wilayah pendudukan Palestina.
Hal ini digaungkan oleh PBB pada 2022, ketika Utusan Khusus PBB untuk Palestina Michael Lynk menggambarkan pendudukan “Israel” sebagai apartheid.
“Israel” menduduki Tepi Barat dan Jalur Gaza setelah perang Arab-“Israel” 1967, menarik diri dari Jalur Gaza pada 2005 tetapi terus mempertahankan wilayah Palestina di bawah pengepungan yang melumpuhkan.
Akademisi, jurnalis, dan aktivis yang berbicara mendukung rakyat Palestina telah berulang kali didiskriminasi oleh lembaga internasional, universitas, dan pemerintah. (zarahamala/arrahmah.id)