XINJIANG (Arrahmah.com) – Otoritas Cina di wilayah Xinjiang baru-baru ini telah menyita mushaf Al-Qur’an yang dipublikasikan lebih dari lima tahun yang lalu dengan alasan terdapat konten “ekstremis,” menurut para pejabat lokal yang dikutip oleh RFA Uighur, di tengah-tengah kampanye membersihkan barang-barang “ilegal” yang dimiliki oleh Muslim etnis Uighur.
Kepala desa dari kota Barin, di daerah Kashgar (Kashi, dalam bahasa Cina), kabupaten Peyziwat (Jiashi), mengatakan kepada RFA Uighur bahwa ratusan buku-buku Islam yang dicetak sebelum 2012 telah disita sejak pemerintah mengeluarkan perintah untuk menariknya pada 15 Januari.
Kitab Al-Qur’an dianggap sebagai salah satu benda yang masuk kategori kampanye tersebut di Xinjiang yang pemerintahnya melarang material “ilegal”, aktivitas keagamaan (keislaman), dan pengajaran keagamaan (keislaman) secara publik, serta barang-barang yang dianggap oleh otoritas Cina sebagai alat “terorisme”, termasuk di antaranya pisau, barang-barang mudah terbakar, mainan remote-controlled, dan simbol-simbol fisik yang terkait dengan Islam.
Emet Imin, sekretaris desa No.1 di Barin, mengatakan bahwa RFA bahwa pemerintah telah menyita 500 buku dalam kampanye terbaru sweeping benda-benda rumah tangga sejak awal Januari tahun ini, yang sebagian besarnya adalah mushaf Al-Qur’an cetakan sebelum tahun 2012.
“Mereka boleh menyimpan Al-Qur’an yang dicetak setelah agustus 2012, berdasarkan sebuah perintah dari atasan, tetapi mereka tidak boleh menyimpan versi yang lain,” katanya.
“Versi lainnya harus ditarik seluruhnya, bahkan jika itu dicetak oleh pemerintah.”
Imin mengatakan bahwa itu dilakukan berdasarkan perintah yang dia terima dari atasannya, karena ada “masalah” dalam Qur’an versi cetakan sebelum 2012, dianggap berkonten beberapa tanda “ekstremis”.
“Oleh karena itu, kami memberitahukan pada 15 Januari, menghimbau penduduk untuk menyerahkan Al-Qur’an yang lama dan memperingatkan mereka bahwa merek akan menghadapi konsekuensi jika versi yang dilarang ditemukan di rumah-rumah mereka,” katanya.
“Alhasil, kebanyakan dari mereka membawa Qur’an mereka kepada kami. Kami mengumpulkan semuanya di kantor desa dan [awal bulan ini’ kami mengambilnya ke kantor United Front Work Department,” tambahnya, merujuk pada badan Partai Komunis bertanggung jawab untuk menangani hubungan dengan elit partai non-Cina.
Hanya material-material yang disahkan oleh organisasi-organisasi keagamaan resmi yang didukung oleh Partai Komunis Cina yang dianggap legal untuk memiliki dan menggunakannya untuk ibadah di Cina, tetapi Imin tidak menjelaskan bagaimana versi Al-Qur’an yang dianggap berkonten “ekstremis” oleh otoritas.
Imam Rishit, sekretaris partai desa no. 2 di Barin, mengatakan bahwa perintah penarikan itu hanya dikeluarkan untuk Al-Qur’an yang dicetak sebelum tahun 2012, warga di desanya mengembalikan setiap versi Qur’an lama yang mereka miliki, “kebanyakan sepertinya [melakukan apa yang mereka bisa lakukan] untuk menghindari masalah.”
“Kami mengumpulkan 382 mushaf dan mereka akan dibawa ke pemerintahan kota,” katanya.
“Tipe kerja yang kami lakukan saat ini adalah bertujuan untuk mencegah penduduk dari membaca versi Al-Qur’an dengan memperingatkan mereka bahwa mereka akan terkontaminasi pemikiran ekstremis. Oleh karena itu, warga Uighur telah membawa Al-Qur’an mereka kepada kami-bahkan di antaranya yang diwariskan dari kakek-kakek mereka.”
Rishit mengatakan bahwa otoritas di desanya juga telah menyita piring-piring dan benda-benda hiasan rumah yang bertuliskan “Muhammad” dan “Allah” selama sweeping sejak Jauari. (siraaj/arrahmah.com)