JAKARTA (Arrahmah.com) – Pada Kamis 6 Maret 2014 Wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden) SBY bidang hubungan antar agama, yang diketuai KH. Ma’ruf Amin, menyelenggarakan pertemuan terbatas dengan mengundang Pimpinan Ormas: Ismail Yusanto (HTI), Muhsin Al Attas (FPI), Irfan S Awwas (Majelis Mujahidin) sebagai narasumber. Topik bahasan: “Peran Umat Beragama Dalam Penguatan Wawasan Kebangsaan.”
Tujuan diadakan pertemuan terbatas ini, mengungkap informasi dan pendapat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi disintegrasi sosial dan wawasan kebangsaan, terutama terkait dengan adanya konflik antar umat beragama, dan pentingnya peran umat beragama dalam penguatan wawasan kebangsaan. Termasuk langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah dan umat beragama guna mencegah masuknya ideologi asing yang bertentangan dengan ideologi nasional.
Usai presentasi, tim ahli Wantimpres yang terdiri dari: Dr. KH. Ma’ruf Amin, Prof. Dr. Masykuri Abdillah, Shalahuddin Al-Ayubi, S.Ag, M.Si, M. Silahuddin, M.A, Asrori S. Karni, S.Ag, M.H, Dr. Ubaidillah, M.A, Khamami, M.A, Faridu Ashrih, B.A (Hons), Arif Bahrudin, S.Ag. M.Ag, H. Hasyim Nasution, S.E, S.H, mengajukan pertanyaan kepada masing-masing narasumber. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pun, terkesan dipersiapkan untuk menggiring narasumber ke arah opini yang sesuai tujuan pertemuan.
Berikut ini adalah kutipan dialog antara Wantimpres dengan Majelis Mujahidin.
1. Wantimpres: Bagaimana menyikapi kelompok-kelompok kecil yang suka mengafirkan golongan Islam lain di luar kelompoknya, yang kita kenal juga dengan kelompok takfiri?
Majelis Mujahidin: Menghadapi kelompok yang disebutkan tadi, sebaiknya mereka diajak berdialog. Bukankah Al-Qur’an memerintahkan demikian:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Wahai Muhammad, ajaklah manusia kepada Islam, agama Tuhanmu, dengan hujah-hujah yang kuat, nasehat yang baik dan sanggahlah hujah lawanmu dengan hujah yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui siapa yang menyimpang dari agama-Nya, dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang mengikuti hidayah Islam.” (Qs. An-Nahl, 16:125)
Pada 11 Desember 2013, BNPT menghadirkan ulama dari Mesir DR. Najih Ibrahim dan Hisyam Al-Najjar, dan Ali Hasan Al-Halabi dari Jordania, berdiskusi dengan narapidana teroris di Nusakambangan. Tujuan diskusi, membuka wawasan warga binaan tentang konsep takfiri dan menyebarkan konsep agama yang damai. Menurut BNPT, terpilihnya ulama yg berasal dari Mesir dan Jordania itu karena mereka memiliki pengalaman dan pemahaman tentang konsep yang diafahami secara sempit oleh kelompok yang cenderung memaksakan kehendak dan merasa diri benar. Mengapa bukan Wantimpres yang melakukannya? Atau Watimpres juga menganggap mereka musuh yang harus dilenyapkan seperti dilakukan Densus 88?
2. Wantimpres: Menurut Majelis Mujahidin, adakah kelompok-kelompok anti-Pancasila di Indonesia?
Majelis Mujahidin: Secara obyektif, jangankan anti-Pancasila, kelompok anti agama bahkan anti-Tuhan juga banyak di Indonesia. Tapi, jika maksud pertanyaan ini berkaitan dengan bagaimana mengekspresikan antipati kelompok tersebut, apakah dengan cara revolusioner ataukah diplomatis, dengan cara radikal atau moderat. Itu urusan intelijen, bukan urusan Majelis Mujahidin.
3. Wantimpres: Selama ini kita mendengar Majelis Mujahidin menganggap umat agama lain, Yahudi dan Nasrani, sebagai musuh dan tidak mau berkompromi dengan umat agama lain. Apakah ada perspektif lain dari Majelis Mujahidin terhadap Kristen dan Yahudi?
Majelis Mujahidin: Dalam Kongres Mujahidin ke-4, Agustus 2013, Majelis Mujahidin mengundang berdialog ormas keagamaan. Tapi yang hadir hanya dari Kristen dan Budha. Karena itu, supaya adil dan obyektif, pertanyaan yang sama mestinya diajukan juga kepada umat agama lain. Seperti dikatakan, konflik antar umat beragama bukan disebabkan oleh doktrin agama. Apakah Yahudi dan Nasrani sudah berubah perspektifnya terhadap umat Islam? Adakah keinginan mereka untuk berdamai, dan meninggalkan kebencian dan ekstrimitasnya?
Faktanya, pembantaian dan upaya pembersihan etnis yang dilakukan Yahudi terhadap bangsa Palestina adalah bukti kebencian mereka yang tidak pernah reda. Begitupun Kristen, pembantaian yang dilakukan ektrimis Kristen di Republik Afrika Tengah (Center Africa Republic), merupakan bukti kebiadaban yang tidak masuk akal. Kaum Muslimin dibunuh dengan cara yang biadab kemudian bangkai mereka dimakan, masjid dan rumah-rumah dibakar, harta mereka dijarah, sementara itu para Muslimah diperkosa kemudian dibunuh. Pembantaian besar-besaran kaum Muslimin ini dilakukan oleh milisi Kristen anti-Balaka.
4. Wantimpres: Bagaimana pendapat Majelis Mujahidin, apakah Indonesia Negara Thaghut atau bukan?
Majelis Mujahidin: Perdebatan tentang Indonesia Negara Thaghut atau Negara Islam sudah tidak relevan. Fakta sejarah menginformasikan, ketikan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengijinkan para sahabatnya hijrah ke Habasyah (Ethiopia), di bawah kekuasaan Raja Najasyi (Negus) yang beragama Nasrani. Tidak ada yang mempersoalkan, apakah Habasyah negeri Thaghut atau negara Kristen. Bahkan kaum Muslimin mendapatkan suaka politik, dilindungi dari ancaman kafir Quraisy. Begitupun, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah ke Yastrib, sebelum bernama Madinah, tidak ada orang Islam yang bertanya, apakah Yastrib wilayah Thaghut atau bukan. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri tidak pernah mengklaim status wilayah yang akan menjadi tujuan hijrahnya itu. Jadi, apa urgensinya, dan untuk kepentingan siapa adanya klaim Indonesia negara thaghut ataukah bukan?
Akan tetapi, praktik anti thaghut di Indonesia, seperti membakar gereja, membunuh polisi dengan alasan ansharut thaghut, dipicu oleh Syi’ah bukan ajaran Islam. Sayangnya, banyak dari kalangan aktivis Islam yang terprovokasi, dan tanpa sadar mengikuti praktik anti thaghut gaya Syi’ah.
5. Wantimpres: Bagaimana formulasi Syari’at Islam yang dikehendaki Majelis Mujahidin untuk diakomodasi negara guna menghindari perbedaan internal umat Islam? Apakah penegakan Syari’ah Islam yang diinginkan seperti Pakistan, Iran, Arab Saudi ataukah Aceh?
Majelis Mujahidin: Misi Majelis Mujahidin adalah penegakan Syari’at Islam di lembaga negara. Sejak awal kemerdekaan, pelaksanaan Syari’at Islam sudah merupakan misi negara seperti tercantum dalam UUD ’45 ps 29 ayat 1 menyebutkan: Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Bahkan Indonesia pernah berdasarkan Syari’at Islam, walau sehari, seperti tertulis dalam Piagam Jakarta: “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam begi pemeluk-pemeluknya, yang kemudian dikhianati kaum nasionalis. Demikian pula yang termaktub dalam Preambul UUD ’45 alinea ketiga: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.” Diperkuat lagi dengan keputusan MK No. 19/PUU-VI/2008 tentang Pengujian UU Peradilan Agama terhadap UUD, Mahkamah Konstitusi berpandangan bahwa: “Indonesia adalah negara yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa yang melindungi setiap pemeluk agama untuk melaksanakan ajaran agamanya masing-masing.”
Maksudnya, tidak boleh ada aturan atau UU yang bertentangan dengan ajaran agama. Tapi sayang pemerintah Indonesia yang nasionalis sekuler mengkhianati semua ini. Jadi, problem di Indonesia bukan model negara mana yang akan diikuti, tapi bangsa Indonesia telah berjanji dalam UUD untuk melaksanakan syari’at Islam. Apabila janji ini dipenuhi, niscaya problem kebangsaan akan selesai, dan pertentangan internal maupun antar umat beragama akan dapat diatasi.
Amanah penegakan Syari’at Islam merupakan kewajiban setiap muslim, dan tidak boleh hanya dibebankan pada satu kelompok umat saja. Sebagai muslim pernahkan merasa berdosa dengan tidak dilaksanakannya Syari’at Islam sebagaimana termaktub dalam Piagam Jakarta? Adakah kesalahan ini termasuk dalam firman Allah Qs. Al-Kahfi, 18:103-104:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا (103) الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“Wahai Muhammad, katakanlah: ‘Apakah kami belum menjelaskan pada kalian tentang orang yang paling rugi amal usahanya? Yaitu, orang-orang yang selama hidup didunia melakukan perbuatan sesat, tetapi mereka merasa bahwa yang dilakukan itu perbuatan yang benar.”
Usai diskusi dan tanya jawab, KH. Ma’ruf Amin membuat kesimpulan bahwa: “Pelaksanaan Syari’at Islam tidak bertentangan dengan UUD.”
Maka perhatikanlah firman Allah Qs. Az-Zumar, 39:17-18,
وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِ (17) الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Orang-orang yang menjauhkan diri dari ajakan setan untuk menyembahnya dan bertaubat kepada Allah, mereka akan mendapatkan pahala surga. Wahai Muhammad, berilah kabar gembira kepada hamba-hamba-Ku. Hamba-hamba-Ku itu adalah orang-orang yang mendengarkan firman-firman-Ku, lalu mengikuti anjuran yang sangat baik. Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Mereka itulah orang-orang yang berakal sehat.”
(azm/arrahmah.com)