PARIS (Arrahmah.com) – Setiap pekan, Mamadou Diagouraga mengunjungi pemakaman khusus Muslim yang ada di dekat kota Paris untuk mengunjungi makam ayahnya, yang meninggal karena Covid-19.
Diagouraga melihat satu baris kuburan baru yang berada di dekat makam ayahnya. “Ayah saya merupakan jenazah pertama yang dimakamkan di baris ini, dan dalam satu tahun semua telah terisi penuh ….. Ini tak dapat dipercaya,” ujarnya, dilansir Daily Sabah pada Selasa (15/6/2021).
Bukti yang dikumpulkan oleh Reuters menunjukkan bahwa kematian akibat Covid-19 di kalangan Muslim Prancis jauh lebih tinggi dibandingkan populasi keseluruhan di Prancis.
Menurut sebuah penelitian, yang didasarkan pada data resmi, jumlah kematian akibat Covid-19 pada tahun 2020 pada penduduk Prancis yang lahir di Afrika Utara, yang mayoritas Muslim, adalah dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan penduduk Prancis yang lahir di Prancis.
Penyebabnya, kata para tokoh dan peneliti, umat Islam di Prancis cenderung memiliki status ekonomi di bawah rata-rata.
Mereka lebih banyak dipekerjakan di sektor yang harus berhubungan dengan orang banyak, seperti sopir bus atau kasir. Mereka juga tinggal secara multigenerasi dalam rumah yang tergolong sempit.
“Mereka merupakan orang-orang yang harus membayar mahal,” kata M’Hammed Henniche, kepala persatuan asosiasi Muslim di Seine-Saint-Denis, sebuah wilayah di dekat kota Paris dengan jumlah populasi imigran tertinggi.
Henniche mengatakan bahwa dia pertama kali menyadari dampak Covid-19 di komunitasnya adalah ketika dia mendapat telepon dari keluarga yang mencari bantuan untuk menguburkan jenazah keluarga mereka.
“Bukan karena Muslim, tapi karena mereka termasuk dalam kelas sosial yang paling tidak memiliki hak istimewa,” ujar Henniche saat ditanyai tentang tingkat kematian Covid-19.
“Para pekerja kantoran dapat melindungi diri mereka dengan bekerja dari rumah. Tapi kalau ada yang jadi pemulung, tukang bersih-bersih, atau kasir, mereka tidak bisa bekerja dari rumah. Orang-orang ini harus keluar dengan menaiki angkutan umum,” terangnya.
“Ada semacam rasa pahit ketidakadilan. Ada perasaan ‘Kenapa harus aku?’ dan ‘Kenapa selalu kita?’,” pungkas Henniche.
Dampak Covid-19 yang tidak merata pada etnis minoritas di Prancis, membuat tingkat ketidaksetaraan antara penduduk Muslim Prancis dengan penduduk Prancis lainnya semakin lebar. Dan hal tersebut bukan tidak mungkin dapat memicu ketegangan antara Muslim Prancis dengan penduduk lainnya.
Saat dimintai komentar terkait dampak Covid-19 pada Muslim Prancis, seorang perwakilan pemerintah mengatakan, “Kami tidak memiliki data yang terkait dengan agama orang.” (rafa/arrahmah.com)