Husein Abdi, 13, merasa bangga dirinya dapat bergabung dalam jihad di Somalia, telah dua tahun dia berada dalam pelatihan militer di kelompok Hizbul Islam, salah satu kelompok jihad yang bersekutu dengan Al-Shabaab.
“Aku yakin mati dalam usia muda adalah mati yang terbaik, tidak ada batasan umur untuk menjadi tentara Allah,” ujarnya di sebuah jalan di Mogadishu.
“Ini adalah apa yang aku dan temanku pilih tanpa paksaan dan aku sangat senang menjadi diriku yang sekarang,” ia menambahkan sambil membawa Ak-47 ditangannya yang terlihat lebih besar dari badannya.
Masuknya mujahid-mujahid muda ke dalam kelompok-kelompok jihad di Somalia terkadang dijadikan senjata oleh musuh dengan mengatakan bahwa organisasi “militan” tidak tahu aturan dengan merekrut bocah sebagai tentara mereka.
“Menjadikan anak-anak sebagai tentara bukanlah fenomena baru di Somalia, namun yang terlihat baru adalah sistematis rekrutmen yang tersebar luas di seluruh bagian negeri,” ujar salah satu anggota UNICEF, Isabella Castrogiovanni yang berada di Somalia.
“Mereka terlihat aktif dan bebas melakukan kampanye perekrutan anak-anak,” lanjutnya.
Mohammed Abdulkadir Mursal, 15, salah seorang tentara muda, kakanya telah pergi mendahuluinya dalam sebuah pertempuran dan ia mengatakan bahwa ia harus mati saat memegang senjata.
“Aku tahu ini bukanlah pekerjaan yang sederhana bagi anak-anak, tapi aku tidak peduli apa kata mereka karena aku yang menentukan pilihan dalam hidup yang aku jalani dan aku akan mati di jalan ini,” ujar Mursal.
Husein Abdi keluar dari sekolahnya pada tahun 2007 beberapa saat setelah tentara Ethiopia melakukan invasi di Somalia. Ia bergabung dengan Hizbul Islam di Mogadishu setelah pamannya gugur dalam sebuah pertempuran melawan tentara Ethiopia.
“Tentara laknat Ethiopia membunuh pamanku dan aku memerintahkan keluargaku (kaum perempuan) untuk meninggalkan Mogadishu lalu saat itu aku mulai mengangkat senjata untuk memerangi tentara penjajah dan antek-anteknya,” lanjut Abdi dengan bersemangat.
“Di sini terdapat banyak tentara asing yang menyebar di negeri kami,” ujar Abdi, termasuk tentara Uni Afrika dari Burundi dan Uganda.
“Inilah alasan mengapa kami masih bertempur demi mempertahankan agama kami. Kami menginginkan tegaknya syariat Islam yang murni di negeri ini dan kami siap menderita, berkorban untuk menegakkannya,” lanjutnya.
Menurut Husein Abdi, menjadi tentara di usia muda bukanlah suatu tindak kejahatan seperti yang dituduhkan oleh musuh. “Kenapa tidak? Setelah semua yang terjadi, aku meyakini ini bukanlah tindak kriminal.”
Menurut PBB, merekrut tentara muda di bawah usia 15 tahun merupakan kejahatan perang. Mereka juga menuduh, anak-anak yang bergabung dalam kelompok bersenjata dikarenakan ada motif ekonomi.
“Kami tidak mengharapkan bayaran dari apa yang kami kerjakan, namun ketika kami mulai berperang, maka uang akan mengalir untuk memenuhi kebutuhan kami,” ujar salah seorang tentara muda lainnya menolak apa yang dituduhkan “relawan-relawan” internasional.
*gambar ilustrasi
(haninmazaya/arrahmah.com)