YANGON (Arrahmah.com) – Di gerbang masuk ke desa Thaungtan ada plang baru berwarna kuning cerah yang bertuliskan, “Tidak ada Muslim yang diizinkan untuk menginap. Tidak ada Muslim yang diperbolehkan untuk menyewa rumah. Tidak ada pernikahan dengan Muslim sebagaimana dilansir The Guardian, Senin (23/5/2016).
Plang tersebut didirikan pada akhir Maret oleh penduduk penganut Budha dari desa di wilayah Delta Irrawaddy yang subur, di Myanmar, yang telah menandatangani sebuah dokumen yang menyatakan bahwa mereka ingin hidup secara terpisah.
Sejak itu beberapa desa yang lain di seluruh negeri mengikuti langkah tersebut,. Kecil tapi kejam dan picik, wilayah yang hanya dihuni umat Budha ini berperan sebagai mikrokosmos dari berkobarnya ketegangan agama di Myanmar.
Setelah beberapa dekade pemerintahan militer, Myanmar telah memasuki era baru. Sebagai penasehat negara, Aung San Suu Kyi yang bertanggung jawab, meskipun lembaga-lembaga kunci tetap berada di bawah kendali militer.
Dalam beberapa pekan terakhir, aksi unjuk rasa kelompok nasonalis Myanmar semakin meningkat. Puluhan orang berunjuk rasa di luar kedutaan besar AS di Yangon bulan lalu menuntut diplomat agar berhenti menggunakan kata Rohingya untuk menggambarkan jutaan Muslim yang terperangkap di kamp-kamp pengungsian internal dan di desa-desa di Myanmar barat. Nasionalis bersikeras bahwa kelompok etnis tersebut adalah imigran ilegal dari Bangladesh.
Suu Kyi dikabarkan telah menginstruksikan kepada duta besar AS yang baru untuk tidak menggunakan istilah Rohingya.
(ameera/arrahmah.com)