JAKARTA (Arrahmah.com) – Menurut Taufik Andrie, pengamat terorisme, kelompok-kelompok pro ISIS di Indonesia sebagian besar didominasi oleh orang-orang yang masih berada dalam penjara. Sementara mereka yang pro ISIS di luar penjara, lebih memilih untuk pergi ke Suriah.
Dia juga melihat ada perubahan pola rekrutmen terhadap simpatisan ISIS. Menurut Taufik pendukung ISIS di Indonesia masih dalam fase bergerak secara klandestin.
Di tingkat rekrutmen, pada 2013 lalu, mereka lebih aktif di tempat publik, melakukan tabligh akbar, bedah buku, diskusi publik, dan dakwah terbuka, sehingga banyak simpatisan, banyak sumbangan dana, banyak yang tertarik, baik sebagai aktivis kemanusiaan atau fighter.
Tapi tahun-tahun ini, ketika mulai aktif penangkapan oleh aparat hukum, dia melihat simpatisan ini lebih banyak bekerja di bawah tanah, baik dari sisi pengumpulan dana maupun pengiriman personel.
“Mereka lebih berhati-hati, lebih ingin bertempur secara langsung di medan jihad yang menurut mereka legitimate, yaitu, Suriah. Indonesia bukan medan jihad yang pas, tepat. Fokus dan concern lebih pada sebanyak mungkin mengirim ke Suriah,” ujar Taufik, lansir bbcindonesia
Dia belum melihat adanya alasan kuat Indonesia menjadi target serangan ISIS berikutnya setelah Paris.
Secara statistik, menurutnya, kemungkinannya kecil ketimbang negara-negara Eropa yang sedang terjadi lalu lintas pengungsi. Di Indonesia, sejauh ini, Taufik belum melihat adanya ‘aktor’ pejuang Indonesia yang sudah pulang dari Suriah.
Mereka yang sudah pulang, menurutnya, “lagi tiarap, lay low, tidak melakukan gerakan karena aparat hukum di Indonesia cukup waspada terhadap kemungkinan kembalinya Indonesian fighter.”
Fokus mereka yang kembali, kata Taufik, bukan untuk merencanakan serangan tapi lebih dialihkan ke berdakwah, proses pengumpulan dana, rekrutmen, serta pengiriman personel ke Suriah.
Meski eksponen Indonesia di Suriah, Salim Mubarok Attamimi atau Abu Jandal “sudah dua, tiga kali” membuat video yang bernada mengancam pemerintah Indonesia, termasuk membebaskan tahanan di Nusa Kambangan, namun karena sampai sekarang itu belum terjadi, maka menurut Taufik, “di tengah kemungkinan serangan, potensi itu ada, tapi dalam implementasinya, saya meragukan. Dalam kacamata threat, belum kelihatan aktornya.”
Dipantau polisi
Terkait, Juru bicara Mabes Polri Anton Charliyan mengatakan bahwa polisi kini mengawasi antara 46-49 orang warga negara Indonesia yang sudah kembali dari Suriah.
Ketika ditanya, apakah polisi sudah meminta keterangan mereka, Anton menjawab, “Ada beberapa orang (yang) dimintai keterangan, tapi kalau tidak berbuat? Belum tentu mereka yang dari sana juga berbuat, tapi ada pengawasan khusus yang tidak bisa kita sebutkan di sini.”
Anton juga tak menyebut berapa personel yang diturunkan polisi untuk mengawasi mereka. Dia mengatakan,”Di setiap tempat kan ada jaringan-jaringan daripada Densus kita, ada juga Resmob untuk mengawasi mereka, baik secara fisik maupun elektronik. (Secara fisik) pergerakan mereka kita pantau terus. (Secara) elektronik, komunikasi lain-lain kalau bisa kita pantau, karena mereka sekarang sudah pandai, jarang menggunakan komunikasi (elektronik), tapi ada juga yang menggunakan. Kita lihat sekarang mereka bekerja di mana, suka berkumpul di mana, kan ada perkumpulan-perkumpulan khususnya.”
Dalam pantauan polisi, sementara ini, kebanyakan mereka yang kembali mengajak WNI untuk berjuang di Suriah. Selain itu, ada kelompok khusus yang bergabung dengan jaringan Santoso di Poso.
Menurut Anton, “Pusatnya yang kita pantau sekarang ini yang di Poso,” lansir bbc.
(azm/arrahmah.com)