PALU (Arrahmah.com) – Deputi III Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), Heri Prowanto meminta mahasiswa melawan paham redikalisme.Hal ini dia katakan dalam dialog pencegahan terorisme di kampus, program nasional pencegahan terorisme oleh BNTP, di Auditorium IAIN Palu, Jalan Diponegoro, Jumat (14/11/2014), lapor MetroSulawesi.com
Dia menyebut salah satu upaya yang penyebaran paham radikalisme di Indonesia yang dilakukan para “teroris”, seperti mengupload video mereka di Youtube. Bahkan menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.
“Diharapkan khususnya mahasiswa harus melawan paham yang mereka lakukan untuk mencoba menjangkau lebih luas jaringan terorisme, karena mahasiswa adalah salah satu tujuan paham redikalisme,” kata pria yang kumisnya memutih ini.
Prowanto bangga bahwa Indonesia mendapat keberhasilan dalam pencegahan “terorisme”, khususnya dengan menghancurkan sel dan jaringn di Indonesia, sehingga bahaya dari mereka lakukan sudah menjadi sangat kecil.
“Bahkan pendanaan kepada teroris sudah ditutup, tetapi ruang para “teroris” sudah semakin kecil, mereka hanya menggukan bahan bom dari pupuk, tetapi kita harus ketahui pada peboman di Bali, mereka hanya menggunakan pupuk sebagai bahan peledak, bahkan bahan dari pupuk itu mereka kumpulkan selama dua bulan lama, bisa membuat ledakan yang begitu besar,” ucapnya.
Pria beruban ini menambahkan, meskipun teroris itu oranganya loyo dan lemas, tetapi niatnya sangat keras untuk mendapatkan kekuasaan, dengan membuat kerusakan yang lebih besar di Indonesia.
“Meskipun seperti itu, ancaman terorisme dan radikalisme di wilayah Indonesia masih cukup terbuka, dan semakin mudah dengan adanya teknologi yang semakin maju pada saat ini,” kata Prowanto.
Negeri ironi
BNPT saat menyebut radikalisme, terorisme selalu merujuk kepada kelompok dan agama tertentu yakni Islam, dan teroris adalah umat Islam. Tindakan BNPT yang memainkan proyek terorisme ini selalu membuat umat Islam geram.
Padahal seperti diketahui, Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM), jelas ingin memisahkan diri dari NKRI dan merongrong pertahanan dan keamanan negara, namun tidak pernah disebut teroris. Orang kafir dukung RMS dan OPM didiamkan, tidak dikejar dan ditangkap.
Sebaliknya jika seorang Muslim sekedar mendukung ideologi Islam langsung dituduh teroris, dikejar, ditangkap hingga dibunuh dengan keji, meski tidak melakukan tindakan apapun.
Demikian pula pembantaian terhadap muslim di Sambas, Sampit, Ambon dan
Poso, tidak disebut teroris, tidak dikejar dan ditangkap apalagi dibunuh. Bahkan para pelakunya hingga saat ini tidak tersentuh hukum sama sekali.
Sebelumnya, tahun 2011 Pengurus Front Pembela Islam (FPI) Munarman SH mengungkapkan proyek antiterorisme oleh Densus 88 didanai Amerika dan uang panas narkoba.
“Kita punya bukti konkret Densus itu dibiayai Amerika, pada awalnya sebesar sebesar $ 12 juta atau lebih kurang seratus miliaran lebih. Nah, dana itu kontinyu sampai sekarang,” ungkapnya dalam kuliah umum ilmiah bertema “Memerangi Syariat Islam dengan Deradikalisasi” di Masjid Muhammad Ramadhan, Ahad (9/10/2011).
Munarman memaparkan salah satu bukti yang terungkap dalam bocoran kawat diplomatik yang telah dibocorkan Wikileaks. Salah satu bocorannya telah diberitakan di website bahwa sampai sekarang Densus 88 membagi-bagi hadiah berupa uang yang salah satunya bersumber dari Amerika Serikat.
“Jadi, setiap peristiwa terorisme, setelah penangkapan terhadap para aktivis Islam yang difitnah sebagai teroris itu akan ada bagi-bagi hadiah mereka,” paparnya
“Tempat bagi-bagi hadiah itu salah satu tempatnya di pangkalan kontra terorisme mereka. Pangkalan kontra terorisme mereka ini satu ada di Mega Mendung satunya lagi ada di Akpol Semarang.”
Lebih lanjut munarman mengatakan bahwa kedua pangkalan kontraterorisme itu tak bisa diakses oleh siapapun, bahkan oleh polisi biasa. Kasus ini sama dengan laboratorium Namru di Indonesia.
Munarman menambahkan, dana Densus 88 tidak hanya bersumber dari Amerika Serikat, tetapi juga berasal dari bisnis narkoba hasil tangkapan Badan Narkotika Nasional (BNN).(azm/arrahmah.com)