Abu Jundal, 29, memberikan penjelasan mendalam mengenai operasi militer yang dilakukan saya militer Hamas dan pergerakan lainnya yang berjuang membela Gaza.
“Kami bekerja bergantian, satu hari bekerja, satu hari libur, agar kami tidak terlalu lelah,” ia menceritakan seperti yang dilansir The Times
Sejak Israel memulai invasinya ke Gaza dan mengepung wilayah Gaza dari arah mana pun, Abu Jundal, salah seorang pemimpin peleton sayap Izzuddin Al-Qassam, juga melaksanakan pekerjaannya secara bergiliran dengan mujahid lainnya.
Dia bekerja setiap malamnya dari pukul 10 malam sampai 5 pagi waktu setempat. Peletonnya melakukan operasi di tiga wilayah di Gaza.
Saat tugasnya berakhir, Abu Jundal mengganti pakaiannya menjadi pakaian sipil, menyimpan senjatanya dan kembali menjadi kepala keluarga di salah satu rumah di Gaza.
Seperti para mujahid lainnya, ia mempunyai kewajiban untuk menafkahi keluarganya, dia harus bekerja ekstra untuk mendapatkan makanan. Karena di Gaza, kini makanan, obat-obatan dan bahan bakar menjadi barang-barang yang langka.
Penduduk Gaza mendapatkan serangan intensif, hingga kini telah memasuki hari ke-13, jumlah korban yang gugur mencapai hampir 700 orang.
Penderitaan rakyat Gaza bertambah, Karena listrik di wilayah tersebut telah padam. Pihak rumah sakit berjuang keras melayani para pasiennya tanpa adanya listrik dan berharap pada generator yang memakan banyak bahan bakar.
“Kejutan-kejutan”
Abu Jundal, mujahid dari sayap militer Hamas, menyerang Israel sekuat tenaganya, karena Israel tak lagi memiliki moral dengan menargetkan warga sipil sebagai sasarannya.
“Angkatan perang manapun yang menargetkan warga sipil tidak layak kami hormati,” ungkapnya.
Jumlah keseluruhan anak-anak Gaza yang gugur hingga kini mencapai lebih dari 220 orang sejak 27 Desember silam.
Proporsi kematian warga sipil Gaza meningkat dramatis saat Israel melebarkan serangannya ke jalur darat Sabtu (3/1) lalu, setelah sebelumnya Israel menggempur dengan artileri udara dan laut.
Warga sipil tidak lagi memiliki tempat berlindung, karena pintu perbatasan telah ditutup sejak 18 bulan silam, dan sekolah-sekolah milik PBB yang menjadi tempat mereka untuk berteduh, kini telah rata dengan tanah.
Abu Jundal berkata, pasukannya belum sangat dekat dengan pasukan Israel.
“Kami bekerja hanya 10 persen dari kemampuan kami,” ia menekankan.
“Kami memiliki banyak pendukung dan cadangan yang sengaja kami simpan.”
Abu Jundal mengatakan, tujuan utama kami adalah menangkap tentara Israel sebanyak yang kami mampu yang memasuki wilayah kami.
“Tujuan utama kami menangkap dan membunuh tentara Israel sebanyak-banyaknya,” ungkapnya dengan keras. (Hanin Mazaya/arrahmah.com)