BEIJING (Arrahmah.com) – Salah satu kabupaten di Xinjiang Cina telah memicu kemarahan ummat Islam setelah mengadakan festival bir menjelang bulan Ramadhan, sedangkan di sisi lain ummat Islam dilarang berpuasa.
“Ini adalah provokasi terbuka untuk agama Islam,” Dilxat Raxit, juru bicara kelompok pengasingan Kongres Uighur Dunia, mengatakan dalam sebuah pernyataan email kepada Reuters, Senin (22/6/2015), sebagaimana dilansir oleh onislam.
Festival bir diadakan di wilayah Niya di selatan Xinjiang, yang mayoritas penduduknya adalah Muslim.
“Kompetisi bir ini bervariasi dan menghibur,” ungkap pemerintah, dan mengatakan juga bahwa ada hadiah berupa uang tunai hingga 1.000 yuan ($ 161) bagi pemenang kompetisi ini.
Berita tentang acara tersebut muncul dalam sebuah artikel yang dikutip di situs berita pemerintah daerah pada Ahad (21/6).
“Tujuannya adalah memanfaatkan budaya modern untuk mencerahkan kehidupan budaya desa, mempersempit ruang untuk promosi agama ilegal … dan menjamin desa ini harmoni dan stabilitas,” kata situs web itu.,
Festival yang berlangsung beberapa hari sebelum Ramadan ini dipandang sebagai tindakan yang memprovokasi ummat Islam yang sedang menyambut bulan puasa Ramadhan.
Selain itu, disusul laporan bahwa pemberitahuan resmi yang menyerukan kepada anggota Partai Komunis, pegawai negeri sipil, siswa dan guru pada khususnya untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan.
Setiap tahun, pemerintah Cina telah berulang kali mengenakan pembatasan untuk menjalankan ibadah puas bagi Uighur Muslim di wilayah barat laut Xinjiang setiap Ramadan.
Sebelumnya pada bulan Desember, Cina melarang pemakaian jilbab bagi masyarakat di Urumqi, ibukota provinsi Xinjiang.
Peraturan tersebut datang saat Beijing menggencarkan kampanye melawan “ekstremisme agama” yang disalahkan atas kekerasan yang terjadi baru-baru ini.
Muslim Uighur adalah etnis minoritas berbahasa Turki berjumlah sekitar delapan juta di wilayah Xinjiang barat laut.
Xinjiang, yang aktivis menyebutnya sebagai Turkestan Timur, telah otonom sejak tahun 1955 namun terus menjadi sasaran tindakan keras keamanan besar-besaran oleh pemerintah Cina.
Kelompok-kelompok HAM menuduh pihak berwenang Cina melakukan represi agama terhadap Muslim Uighur di Xinjiang atas nama terorisme.
Sebelumnya pada tahun 2014, Xinjiang melarang mempraktekkan agama di gedung-gedung pemerintah, serta mengenakan pakaian atau logo yang terkait dengan “ekstremisme agama”.
Mei lalu, toko-toko Muslim dan restoran di sebuah desa di barat laut Cina Xinjiang telah diperintahkan untuk menjual rokok dan alkohol.
(ameera/arrahmah.com)