BIREUEN (Arrahmah.com) – Pembangunan Masjid at-Taqwa Muhammadiyah di Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh, terhambat karena adanya larangan dari sekelompok masyarakat.
Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Bieruen, Athaillah A Latief mengatakan pada malam sebelum peletakan batu pertama masjid, ada protes ke pihak Polsek Juli dan meminta acara tersebut dibatalkan.
Semua pihak pun sempat melakukan mediasi di kampung tersebut. Athaillah menduga orang yang mengerahkan massa pada malam itu adalah mantan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
“Mereka pula yang memprovokasi masyarakat untuk menolak pembangunan mesjid pada waktu rapat umum di kampung,” ujarnya dalam keterangan pers tertulis, yang dikutip dari Republika.co.id,semalam.
Bahkan, kata Athaillah, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) menjelaskan bahwa masjid Muhammadiyah adalah masjid kelompok yang tidak termasuk kelompok ahlus sunnah wal jamaah.
MPU menyamakan masjid tersebut dengan masjid dhirar dengan mengutip surat at Taubah 107. “Hanya dijelaskan bahwa masjid kelompok seperti itu memecah belah orang mukmin sehingga boleh dirusak, dibakar, dihancurkan,” ujarnya.
Tak berhenti sampai di situ, ada juga anggapan bahwa jika dibangun, masjid Muhammadiyah akan menimbulkan perpecahan di masyarakat dan dikhawatirkan menimbulkan pertumpahan darah. Resume inilah yang dikirim ke Kantor Kementerian Agama Bireuen.
Di sisi lain, Kasat Intel Polres Bireuen juga membuat laporan bersifat intern tentang kejadian keributan yang terjadi di Polsek Juli dan di Kampung Juli Keude Dua. Mereka merekomendasikan kepada panitia pembangunan masjid untuk menunda pembangunan hingga ditempuh langkah mediasi.
Surat ini yang semestinya bersifat interen dikirim ke Kemenag. “Atas dasar dua surat inilah (dari kecamatan dan dari Polres Bireuen), Kemenag Bireuen menolak memberikan rekomendasi pendirian masjid muhammadiyah di Juli,” ujar Athaillah.
Pihaknya sudah mengklarifikasi ke Polres Bireuen tentang surat dari Kasat Intel yang dijadikan dasar penolakan oleh Kepala Kemenag Bireuen. Dia menyebut Kapolres Bireuen juga kaget dan tidak mengetahui tentang surat itu. Beliaupun langsung menelpon Kepala Kemenang untuk mengklarifikasi dasar surat dari Kemenag.
Kepala Kemenag Bireuen akhirnya memanggil panitia, Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Juli dan PDM Bireuen untuk mediasi. Namun, kata Athaillah, mediasi ini tidak berujung kesepakatan. “Karena ada penolakan dari sekelompok orang dengan ancaman pertumpahan darah,” ujarnya.
(azm/arrahmah.com)