JAKARTA (Arrahmah.com) – Pasca 22 situs media Islam diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Dewan Pers mengatakan situs-situs tersebut bukanlah produk jurnalistik. Demikian dilaporkan Kompas, Ahad (5/4/2015).
“Berdasarkan kajian tulisan-tulisan di situs itu bukan produk jurnalistik. Situs itu bukanlah pers,” ujar salah seorang anggota Dewan Pers Yoseph ‘Stanley’ Adi Prasetyo usai diskusi di sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Kalibata, Jakarta Selatan, kemarin (5/4).
Stanley menegaskan bahwa, sebuah lembaga dikatakan pers jika memenuhi kriteria konten atau isi dan legal administratif. Dari sisi legalitas, sebuah lembaga pers harus memiliki badan hukum serta dianjurkan disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Adapun dari sisi konten media, lanjut Stanley, lembaga pers tersebut juga harus taat pada kode etik jurnalistik (KEJ) dan taat kepada kepentingan publik. “Nah, 22 situs yang diblokir ini sama sekali tak memenuhi dua kriteria ini. Maka dari itu kami klasifikasikan mereka bukan pers,” ujarnya.
Guna mencegah penyebaran paham gerakan radikal di Indonesia, sebelumnya, Kementerian Kominfo memblokir sejumlah situs yang diduga berisi ajakan hingga ajaran gerakan-gerakan itu.
Beberapa situs yang diblokir, antara lain Voa-islam.com, Arrahmah.com, Ghur4ba.blogspot.com, Kalifahmujahid.com, Muslimdaily.net, Dakwahmedia.com, Gemaislam.com dan Hidayatullah.com. Belakangan, banyak pihak dari situs yang ditutup itu protes. Salah satunya adalah pemimpin redaksi Hidayatullah.com, Mahladi.
Ia membantah keras bahwa situsnya telah mengajarkan paham gerakan radikal. “Kami bukan pengecut. Kami, kalau ada salah, pasti kami perbaiki. Tapi tidak ada usaha atau upaya untuk mengklarikasi kepada kami sampai saat ini,” ujar Mahladi. (adibahasan/arrahmah.com)