JENEWA (Arrahmah.id) – Dewan Keamanan PBB pada Rabu (23/3/2022) menolak dengan keras rancangan resolusi dari Rusia tentang situasi kemanusiaan di Ukraina.
Hanya Cina yang bergabung dengan Rusia dalam pemungutan suara yang mendukung teks tersebut, dengan 13 anggota majelis lainnya abstain.
Rancangan resolusi tersebut mengungkapkan “keprihatinan besar pada situasi kemanusiaan yang memburuk di Ukraina dan sekitarnya” dengan menyebutkan secara khusus semakin banyak orang terlantar dan pengungsi dari konflik Ukraina.
Meskipun mengutuk semua pelanggaran hukum humaniter internasional dan pelanggaran hak asasi manusia, namun teks itu tidak menyalahkan perang tersebut.
Berbicara menjelang pemungutan suara, utusan AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan rancangan itu adalah upaya Rusia “untuk menutupi tindakan brutalnya” di Ukraina.
“Sangat tidak masuk akal bahwa Rusia memiliki keberanian untuk mengajukan resolusi yang meminta komunitas internasional untuk menyelesaikan krisis kemanusiaan yang diciptakan oleh Rusia sendiri,” katanya, dilansir Anadolu Agency.
“Rusia adalah agresor, penyerang, penyerbu, satu-satunya pihak di Ukraina, terlibat dalam kampanye kebrutalan terhadap rakyat Ukraina, dan mereka ingin kita mengeluarkan resolusi yang tidak mengakui kesalahan mereka,” tambahnya.
Vassily Nebenzia, perwakilan tetap Moskow, mengisyaratkan bahwa resolusi Rusia kemungkinan akan gagal sebelum pemungutan suara berlangsung, dengan mengatakan, “Kami dengan tegas menolak premis dewan yang tidak berada dalam posisi untuk mengadopsi resolusi pada berkas kemanusiaan Ukraina.”
“Ini adalah sesuatu yang akan sangat diminati oleh perwakilan kemanusiaan PBB di lapangan daripada resolusi kemanusiaan mana pun dari Majelis Umum,” katanya.
Dia kemungkinan merujuk pada pemungutan suara Majelis Umum yang tertunda pada resolusi yang akan mengutuk Rusia dalam perang untuk kedua kalinya. Majelis pertama kali melakukannya pada 2 Maret.
Resolusi baru, yang dapat dipilih segera setelah Rabu (23/3), sekali lagi secara langsung menyebut Rusia sebagai agresor dan memperbarui permintaannya agar Kremlin segera menghentikan serangan.
Perang Rusia di Ukraina, yang dimulai pada 24 Februari, telah memicu kemarahan internasional, dengan Uni Eropa, AS dan Inggris di antara yang lainnya menerapkan sanksi keuangan yang keras terhadap Moskow.
Setidaknya 977 warga sipil tewas selama perang dan 1.594 terluka, menurut perkiraan PBB.
Lebih dari 3,6 juta orang telah meninggalkan Ukraina ke negara-negara tetangga, ungkap badan pengungsi PBB. (rafa/arrahmah.id)