JENEWA (Arrahmah.com) – Dewan HAM PBB telah menunjuk sebuah tim beranggotakan tiga orang untuk menyelidiki kekejaman terhadap Muslim Rohingya yang dianiaya di negara bagian Rakhine Myanmar, APP melansir pada Selasa (30/5/2017).
Dewan yang berbasis di Jenewa ini memutuskan pada Maret untuk menciptakan misi pencari fakta Myanmar sebagai langkah sensitif politik yang ditentang sengit oleh pemerintah pimpinan Aung San Suu Kyi. Keputusan ini diambil dengan mengadopsi sebuah resolusi lewat konsensus yang disponsori oleh Uni Eropa, yang menyerukan “pertanggungjawaban penuh atas pelaku dan keadilan bagi korban” dan meminta pemerintah Myanmar untuk bekerja sama dalam penyelidikan tersebut.
Lewat pengumumannya pada Selasa (30/5), presiden Dewan yang beranggotakan 47 negara ini, Joaqun Alexander Maza Martelli dari El Salvador, mengatakan di Jenewa bahwa pengacara hak asasi manusia dan pejuang hak asasi India Indira Jaising, mantan kepala hak asasi manusia Sri Lanka Radhika Coomaraswamy, dan Christopher Dominic Sidoti, advokat hak asasi manusia terkemuka dari Australia, telah ditunjuk untuk memimpin penyelidikan
Tim ahli dijadwalkan bertemu segera di Jenewa untuk membuat bagan rencana kerja. Namun, belum jelas apakah kelompok tersebut akan diberi akses ke negara bagian Rakhine, atau bahkan diizinkan untuk mendarat di Myanmar.
Misi tersebut dijadwalkan untuk memberitahukan kepada dewan mengenai temuannya pada September mendatang.
Penyelidik PBB, yang mewawancarai para pengungsi Rohingya di negara tetangga Bangladesh, telah menyalahkan pasukan pemerintah Myanmar karena melakukan genosida di negara bagian Rakhine.
Dalam sebuah laporan dewan di bulan Februari, sekitar 1.000 Muslim Rohingya mungkin telah terbunuh dalam tindakan keras tentara Myanmar terhadap kelompok minoritas tersebut.
Myanmar telah lama menghadapi kecaman internasional atas perlakuannya terhadap Rohingya. Suu Kyi, yang telah menerima Hadiah Nobel Perdamaian, gagal menangani kekerasan terhadap komunitas minoritas di negaranya.
Negara bagian Rakhine berada di bawah pengepungan militer sejak Oktober 2016 pasca serangan di pos polisi yang kemudian disalahkan pada Rohingya. Tindakan empat bulan terhadap kelompok minoritas tersebut telah membuat sekitar 75.000 orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.
Myanmar yang didominasi agama Buddha memiliki sejarah diskriminasi Muslim, dan memanggil kaum Rohingya sebagai imigran gelap. Kelompok hak asasi manusia telah menantang klaim tersebut, dengan alasan bahwa Rohingya memiliki akar sejarah di negara ini. (althaf/arrahmah.com)