JAKARTA (Arrahmah.com) – Pilot Lion Air JT610 yang nahas mencoba memeriksa buku panduan untuk memahami penyebab pesawat Boeing 737 Max yang dikendalikannya terus meluncur ke bawah.
Namun tak banyak yang bisa mereka lakukan. Mereka akhirnya kehabisan waktu dan terhempas seketika ke dalam lautan, menurut tiga sumber Reuters yang mengetahui isi rekaman suara kokpit pesawat (cockpit voice recorder/CVR).
CVR Lion Air PK-LQP sendiri ditemukan pada Januari 2019 lalu dan ini adalah pertama kalinya isi CVR terungkap ke publik.
Reuters sendiri tidak memiliki rekaman maupun transkrip dari isi CVR.
Investigasi ini dilakukan setelah otoritas penerbangan Amerika Serikat Federal Aviation Administration atau FAA dan regulator lain menghentikan operasional model pesawat Boeing tersebut pascakecelakaan di Ethiopia pada 10 Maret 2019.
Kecelakaan pesawat Ethiopian Airlines nomor penerbangan ET 302 terjadi hanya berselang sekitar lima bulan setelah pesawat Lion Air dengan tipe sama jatuh di perairan Laut Jawa.
Sebelumnya, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sudah menerbitkan laporan awal soal kecelakaan ini pada November 2018 berdasarkan rekaman flight data recorder (FDR).
Dalam laporan KNKT pada November 2018, pilot memegang kontrol sementara kopilot bertanggungjawab atas radio.
Setelah dua menit terbang, kopilot melaporkan ada ‘flight control problem’ ke ATC dan pilot berniat menjaga ketinggian pada 5.000 kaki.
KNKT menyebut, masalah yang dilaporkan kopilot itu tidak disebutkan spesifik.
Tetapi, sumber pertama Reuters mengatakan ‘airspeed’ disebutkan di CVR sementara sumber kedua mengatakan ada masalah yang muncul di layar indikator pilot, tapi tidak muncul di layar kopilot.
Sumber pertama Reuters tersebut mengungkapkan bahwa pilot meminta kopilot untuk mengecek buku panduan yang berisi daftar periksa untuk keadaan abnormal.
Dalam sembilan menit berikutnya, sistem pesawat memberi tahu pilot bahwa pesawat dalam kondisi stall dan mendorong hidung pesawat ke bawah sebagai responsnya.
Kondisi stall terjadi ketika aliran udara di atas sayap pesawat terlalu lemah untuk menghasilkan daya angkat untuk membuatnya tetap terbang.
Pilot berusaha untuk menaikkan hidung pesawat tetapi komputer masih salah mendeteksi kondisi stall dan terus menekan hidung menggunakan sistem trim pesawat.
Normalnya, sistem trim menyesuaikan permukaan kontrol pesawat untuk memastikannya terbang lurus dan datar.
“Mereka sepertinya tidak tahu bahwa trim bergerak ke bawah. Mereka mengira ini hanya tentang kecepatan udara dan ketinggian. Hanya itu yang mereka bahas,” kata sumber ketiga Reuters.
Pilot disebut tetap tenang sepanjang penerbangan. Hingga di penghujung penerbangan sebelum jatuh, pilot meminta kopilot untuk menerbangkan pesawat sementara dia mengecek buku panduan untuk mencari solusi.
Sekitar satu menit sebelum pesawat hilang dari radar, pilot meminta ATC untuk membersihkan lalu lintas sekitarnya di bawah 3.000 kaki dan meminta ketinggian 5.000 kaki yang kemudian disetujui.
Sumber-sumber Reuters mengatakan ketika pilot masih berusaha menemukan prosedur yang tepat dalam buku panduan, kopilot tidak dapat mengendalikan pesawat itu.
“Kondisinya seperti ujian, di mana ada 100 pertanyaan dan ketika waktunya habis, Anda hanya bisa menjawab 75 pertanyaan,” kata sumber ketiga Reuters.
“Lalu Anda panik. Ini seperti kondisi time-out.”
Kapten kelahiran India itu kemudian diam, sementara kopilot mengucapkan “Allahu Akbar”.
Pesawat kemudian menabrak air, menewaskan 189 orang di dalamnya.
Reuters telah meminta konfirmasi dari Lion Air, Boeing, hingga KNKT.
Juru bicara Lion Air mengatakan semua data dan informasi telah diberikan kepada pihak yang meyelidiki serta menolak berkomentar lebih lanjut.
Boeing menolak berkomentar kepada Reuters karena investigasi sedang berjalan.
Pekan lalu, Kepala KNKT Soerjanto Tjahjono mengatakan laporan investigasi bisa dirilis pada bulan Juli atau Agustus.
Pada hari Rabu (20/3) ini, dia menolak berkomentar soal isi CVR dan mengatakan bahwa isinya belum dipublikasikan.
Departemen Transportasi Amerika Serikat berencana untuk mengaudit sertifikasi Federal Aviation Administration untuk Boeing 737 MAX.
ABC
(ameera/arrahmah.com)