Oleh: Abu Fatiah Al-Adnani | Pakar Kajian Akhir Zaman
(Arrahmah.com) – Di masa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya hidup, satu-satunya kendaraan yang dianggap paling cepat adalah kuda. Dengan kecepatan antara 50-70 KM/jam, jarak Mekah-Madinah bisa ditempuh dengan waktu satu hari (10-12 jam). Kendaraan lainnya hanyalah unta, bighal dan keledai, yang kemampuannya masih di bawah kecepatan kuda. Yang jelas, teknologi tranportasi saat itu masih sangat terbelakang.
Namun, 12 hingga 14 abad kemudian semuanya telah berubah. Dunia yang awalnya begitu luas (dengan garis keliling sekitar 40.000 KM) kini hanya bagai perkampungan kecil. Perjalanan yang memakan waktu berbulan-bulan kini ditempuh dalam waktu yang singkat. Hadirnya aneka kendaraan bermesin dan munculnya aneka pesawat terbang, telah merubah semua hal yang mustahil terjadi di masa lampau.
Akankah gambaran di atas sebagaimana yang diberitakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang semakin singkatnya waktu di akhir zaman?:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَقَارَبَ الزَّمَانُ فَتَكُونَ السَّنَةُ كَالشَّهْرِ وَيَكُونَ الشَّهْرُ كَالْجُمُعَةِ وَتَكُونَ الْجُمُعَةُ كَالْيَوْمِ وَيَكُونَ الْيَوْمُ كَالسَّاعَةِ وَتَكُونَ السَّاعَةُ كَاحْتِرَاقِ السَّعْفَةِ
“Kiamat tidak terjadi sehingga waktu menjadi singkat, satu tahun terasa seperti satu bulan, satu bulan terasa seperti satu pekan, satu pekan seperti satu hari, satu hari seperti satu jam, dan satu jam secepat terbakarnya daun kurma kering.[1]
Atau sebagaimana dalam riwayat Abu Hurairah: “Kiamat tidak akan terjadi sehingga. . . dan waktu semakin singkat.[2]
Sebelum kita memastikan semuanya, ada baiknya kita simak beberapa aqwal para ulama terkait dengan makna semakin cepanya perjalanan waktu di akhir zaman:
Ada yang mengatakan maksud dari waktu berjalan begitu cepat adalah dihilangkannya keberkahan pada segala sesuatu, termasuk waktu. Bisa jadi dulunya waktu seharian dimanfaatkan seluruhnya untuk kebaikan, tetapi sekarang hanya beberapa saat saja. Ini pendapat yang dipilih oleh Ibnu Abi Jamrah.
Ada juga yang menyatakan maksud dari waktu berjalan begitu cepat adalah persamaan antara siang dan malam. Kemungkinan ini sangat jauh dari kenyataan.
Menurut pendapat yang lain, maksud dari waktu berjalan begitu cepat adalah banyaknya kejahatan, kerusakan, dan kebodohan. Ineterpretasi ini juga sangat jauh dari redaksi hadits yang dimaksud.
Ada juga yang menafsirkannya sebagai dekatnya hari Kiamat. Mereka yang berpendapat seperti ini berargumentasi dengan hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam: “Jika waktu atau zaman semakin pendek, hampir saja mimpi melihat Nabi itu tidak pernah dusta.”
Ada juga yang menyatakan bahwa maksud dari waktu berjalan begitu cepat adalah kenikmatan hidup yang terjadi setelah kemunculan Al-Mahdi dan Isa as. Sampai-sampai banyak orang yang tidak merasakan berlalunya waktu karena mereka berasyik masyuk dengan kenikmatan masing-masing. Sebab bagaimanapun juga hari-hari yang penuh kenikmatan itu terasa begitu cepat berlalu.
Menurut ulama yang lain, indikasi dari waktu berjalan begitu cepat adalah dekatnya antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Sebab dengan banyaknya sarana transportasi dan telekomunikasi, menjadikan jarak atau perbedaan tempat bukanlah merupakan suatu penghalang. Jarak yang dulu seharusnya ditempuh dalam beberapa bulan kini dapat ditempuh dalam beberapa hari, bahkan beberapa jam. Demikian juga dengan berbagai informasi yang ada, hanya dalam beberapa saat kita sudah bisa mendapatkannya. Kemungkinan interpretasi seperti ini bisa juga dibenarkan.
Kemungkinan yang terakhir bisa kita tambahkan di sini, yaitu dunia yang semakin terbuka dengan banyaknya berbagai tuntutan yang membuat kita tidak pernah merasa cukup waktu untuk memenuhinya. Hari begitu cepat berlalu tanpa bisa dioptimalkan pemanfaatannya sesuai dengan keinginan yang telah direncanakan. Indikasi inilah yang banyak kita jumpai sekarang ini, sehingga tidak sedikit orang yang mengatakan bahwa tahun begitu cepat berganti dan hari begitu cepat berlalu.
Demikianlah interpretasi yang telah di sampaikan oleh para ulama terkait kabar yang diberikan Nabi saw tentang tanda-tanda hari Kiamat yang tercermin dalam redaksi waktu berjalan begitu cepat. Dalam hal ini, DR. Ahmad Al-Mubayyadh merajihkan dua pendapat terakhir. Jadi dari berbagai interpretasi yang diberikan oleh para ulama tersebut, setidaknya dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa ada dua kemungkinan yang bisa kita gunakan dalam memahami waktu berjalan begitu cepat ini:
Pertama, menafsiri redaksi tersebut apa adanya, yaitu dengan menggunakan makna hakiki yang tergambarkan dengan bertambahnya kecepatan rotasi bumi.
Kedua, maksud dari waktu berjalan begitu cepat itu adalah makna majas sebagaimana yang telah disebutkan dalam dua pendapat para ulama yang terakhir. Sebab yang perlu dijadikan pijakan dasar dalam memberi makna lafal Arab hendaknya kita selalu mengedepankan penggunaan makna hakiki daripada makna majasnya selama tidak ada qarinah (instrumen) yang membuat makna sebuah lafal terbelokkan dari makna hakikinya. Sementara, dalam konteks hadits-hadits di atas tidak ada satu pun qarinah yang mengalihkan makna waktu berjalan begitu cepat dari maknanya yang hakiki. Bahkan sebaliknya, justru terdapat qarinah yang turut memperkuat bahwa yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah makna hakiki.
Ibnu Hajar meriwayatkan dari Ibnu Abi Jamrah yang memberikan pengertian umum terhadap maksud dari hadits di atas, “Mungkin maksud dari waktu berjalan begitu cepat itu adalah masa yang amat sebentar. Dengan demikian, pengertian ini mengantarkan kita kepada sesuatu yang konkret. Namun kemungkinan bahwa yang dimaksud oleh lafal tersebut adalah bersifat abstrak juga tidak begitu saja dapat dinafikan. Memang yang konkret hingga sekarang ini belum kita rasakan. Besar kemungkinan hal ini baru dapat ditemui jika hari Kiamat benar-benar sudah dekat. Adapun jika yang dimaksudkan itu adalah makna abstrak maka sudah sejak lama hal ini dapat disinyalir. Hal ini sebagaimana yang selama ini banyak dikeluhkan oleh para ulama zaman sekarang. Mereka membuktikan, mereka tidak mampu lagi untuk melakukan atau membuat sebuah karya yang dulunya mereka mampu untuk mempersembahkannya.[3] Jika Pendapat Ibnu Abi Jamrah ini kita pegang, maka banyak banyaklah memohon kepada Allah agar waktu kita diberikan berkah sehingga dengan waktu yang singkat Allah memudahkan semua urusan yang kita hadapi. Wallahu a’lam bish shawab
[1] HR. Ahmad dan Tirmidzi. Dishahihkan oleh Al-Albani
[2] Shahih Bukhari
[3] Ibnu Abi Jamrah lebih cenderung terhadap pendapat yang pertama, yaitu dihilangkannya berkah waktu yang diberikan kepada manusia. Fenomena ini sudah menjadi kenyataan di zaman kita sekarang ini, bahkan sudah kelihatan jelas sejak zaman Ibnu Abi Jamrah hidup.
(samirmusa/arrahmah.com)