Oleh Suherti
(Aktivis Muslimah)
Negeri-negeri Islam tersebar luas di belahan Dunia. Tetapi sangat disayangkan, tersekat-sekat menjadi negara kecil yang tidak berdaya bagaikan buih di lautan, banyak tetapi tidak berdaya. Persoalan umat Muslim yang terjadi ibarat benang yang kusut tidak pernah selesai, terus berulang dan tidak pernah menemui solusi yang benar- benar mampu menyelesaikan problematika umat di dunia.
Seperti dilansir dari Kompas.com ( 24/10/2024), kasus pengungsi Rohingya sebanyak 146 orang terdampar di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli serdang Sumatera Utara. Pengungsi Rohingya merupakan sebagian kecil contoh penderitaan kaum Muslim, tanpa seorang pemimpin yang mampu melindungi dan mengayomi umatnya, yang mengalami penindasan dan penyiksaan sebagai kaum minoritas di negara tempat tinggalnya.
Dan mirisnya, kasus pengungsi Rohingya yang berlayar dengan perahu kayu sederhana dan perbekalan seadanya, bukan pertama kalinya terjadi sekarang. Migrasi pengungsi Rohingnya sudah terjadi dari tahun 1978 Migrasi ke Bangladesh, berulang di tahun 1990 an dan pertama kalinya tiba di Indonesia pada tahun 2009, mendarat di Sabang Aceh setelah terapung di lautan berbulan-bulan sampai mendapat julukan sebagai “Manusia Perahu.”
Dan yang lebih memprihatinkan, kehadiran mereka sering kali ditolak dengan alasan, jika menerima mereka, maka sama saja telah mencampuri urusan dalam negara asal mereka yaitu Myanmar. Adapun kasus penindasan kaum muslimin sebagai kaum minoritas, tidak hanya terjadi di Myanmar saja, di negeri lain pun seringkali mengalami penindasan, seperti di India dan Cina.
Mengapa kasus seperti ini sering terjadi? Ternyata hal ini terjadi karena faktor diterapkannya Ideologi Kapitalis di dunia ini, yang menyekat negara-negara muslim menjadi negeri-negeri kecil, dan menjunjung tinggi nasionalisme yang hanya membanggakan negaranya, tidak memperdulikan nasib saudara seakidah mereka, dan berpikir bahwa itu bukan menjadi urusan mereka. Semangat nasionalisme ini hanya bangkit jika ada tekanan saja. Jadi, sangat wajar jika kehadiran pengungsi Rohingnya dianggap bukan urusan mereka, yang akhirnya banyak negara yang menolak kehadiran mereka.
Hal semacam itu tidak akan terjadi jika aturan yang diterapkan di dunia ini adalah aturan Islam, sebab dalam Islam sesama muslim bagaikan satu tubuh. Rasulullah Saw. berpesan dengan hadistnya, “Sesama muslim adalah bagaikan satu tubuh jika salah satu anggota tubuhnya sakit maka akan sakit pula anggota tubuh yang lainya.” Dalam aturan Islam juga adanya satu kepemimpinan, sehingga kemana pun kita meminta pertolongan, maka akan dibantu, sebab sesama muslim adalah saudara. Seorang pemimpin dalam Islam punya kewajiban untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan warganya, sehingga jika ada penindasan dan kekerasan, maka khalifah akan segera menindaknya.
Tidakkah kita merindukan kepemimpinan seperti itu? Ketenangan dan ketentraman akan terwujud sebab Islam akan menjadi Rahmat seluruh alam. Jika kita menerapkan aturan Islam dalam bingkai khilafah Rasyidah yang mengikuti metode kenabian yang akan memanusiakan manusia, yang menjunjung tinggi hukum syara sebagai standar aturan dalam kehidupan.
Wallahu’alam bis shawab