Warga Muslim Kashmir, India banyak yang menjadi korban pembunuhan aparat keamanan dengan dalih perang melawan terorisme. Eksekusi sudah seperti bagian dari hidup warga Kashmir. Sementara pemerintah India bersikap seolah kebal hukum, meski tindakannya sudah masuk dalam katagori pelanggaran hak asasi manusia.
Hal tersebut diungkap oleh organisasi pemantau hak asasi manusia Human Right Watch (HRW) wilayah Asia dalam pernyataan yang dimuat di situs resmi HRW.
Direktur HRW wilayah Asia, Brad Adams mengatakan, eksekusi terhadap warga Muslim yang dicurigai sebagai teroris oleh aparat keamanan India sudah seperti wabah di Kashmir dan sudah berlangsung lama.
Fakta ini didapat dari keterangan sejumlah polisi dan pejabat India sendiri pada HRW. Mereka mengatakan bahwa aparat keamanan kerap memilih mengeksekusi seseorang yang dituduh militan, daripada melakukan proses hukum.
Sementara warga Muslim Kashmir mengatakan bahwa polisi sering meminta sejumlah uang suap pada warga sipil atau mengancam bahwa mereka akan dieksekusi. Polisi juga menakut-takuti warga, dengan mengatakan mayatnya akan dibuang ke hutan dan diidentifikasi sebagai “militan asing.”
Setelah muncul tudingan bahwa aparat keamanannya melakukan serangkaian pembunuhan terhadap warga Muslim tak berdosa dan adanya desakan publik, pemerintah India memerintahkan investigasi atas kasus tersebut pada Rabu (31/1).
Seorang inspektur polisi mengaku membunuh seorang warga Muslim pada Desember 2006. Dan ketika ke luarga korban melaporkan kehilangan salah seorang anggota ke luarganya, polisi mengatakan bahwa korban itu adalah seorang militan Pakistan dan terbunuh pada saat bentrok dengan aparat.
Coalition of Civil Society, organisasi pemantau hak asasi manusia di Kashmir memiliki data tentang belasan orang hilang di wilayah itu sepanjang tahun 2006 lalu. Banyak di antara mereka yang tidak diketahui rimbanya, setelah ditangkap oleh aparat keamanan.
Sejak 1989, sekitar 8. 000 warga Muslim Kashmir di wilayah India, dinyatakan hilang setelah ditangkap aparat keamanan, yang memiliki wewenang luas di kawasan itu.
HRW Asia mengecam budaya yang berlaku di kalangan aparat keamanan bahwa mereka merasa bisa membunuh siapa saja yang menjadi tawanan mereka, demi mendapatkan penghargaan dan kenaikan pangkat.
Kekebalan hukum yang diberikan otoritas pemerintahan, juga membuat mereka berani melakukan kejahatan itu.
“Kami sudah terlalu seriang menemukan aparat keamanan yang tidak tersentuh hukum dan bebas dari tuntutan meski mereka telah melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia,” ujar Adam.
Dalam laporan bulan September 2006 berjudul “Everyone Lives in Fear: Patterns of Impunity in Jammu and Kashmir”, HRW menyerukan agar pemerintah pusat dan daerah melakukan investigasi atas kasus tersebut.
Tapi kenyataannya, pemerintah India tetap mengabaikan himbauan tersebut. Rasa kebal hukum di kalangan polisi malah makin meningkat.
“Pelanggaran hak asasi manusia dan kegagalan untuk menegakkan keadilan, menciptakan rasa putus asa di kalangan Muslim Kashmir dan menyebabkan berlanjutnya konflik,” imbuh Adam.
Padahal, kata Adam, jika pemerintah merespon kasus-kasus pelanggaran tersebut, tingkat kepecayaan masyarakat terhadap aparat dan pemerintah setempat akan meningkat.
“Rakyat Kashmir menunggu pemerintah pusat dan daerah untuk menghentikan sistem yang kebal hukum ini,” tegas Adam (ln/iol/eramuslim)