BAGHDAD (Arrahmah.com) – Amunisi Amerika mungkin menjadi alasan di balik jumlah besar bayi yang lahir cacat di Irak, ungkap sebuah penelitian pada Selasa (18/12/2012).
Jumlah anak yang lahir dengan kanker dan cacat lahir telah disorot dalam surat kabar Jerman, Der Spiegel, di mana warga Irak yang diwawancarai tidak bisa menjelaskan penyebab bayi lahir cacat yang begitu banyak di kota Basra, Irak.
“Beberapa hanya memiliki satu mata di dahi atau dua kepala,” ujar Askar Bin Said, seorang pemilik lahan pemakaman di Irak, mengatakan kepada Del Spiegel, menjelaskan beberapa bayi meninggal saat baru dilahirkan, dimakamkan di pemakaman itu.
“Salah satu memiliki ekor seperti domba. Yang lainnya tampak seperti anak normal tetapi berwajah seperti monyet, atau ada seorang bayi perempuan di mana kakinya berdempetan, terlihat seperti setengah manusia setengah ikan,” tambahnya.
Laporan tersebut mengutip sebuah penelitian yang diterbitkan pada bulan September dalam buletin Jerman, Pencemaran Lingkungan dan Toksikologi, menyebutkan terdapat peningkatan hingga tujuh kali lipat jumlah bayi lahir cacat di Basra antara tahun 1994 dan 2003. Dari 1.000 kelahiran, 23 memiliki cacat lahir, angka tinggi serupa juga dilaporkan dari kota Fallujah.
“Polusi perang-segala sesuatu dari logam berat dari ledakan senjata sampai radiasi yang ditinggalkan oleh deplet uranium yang digunakan dalam amunisi dan tank-tank AS-terhirup oleh warga Fallujah, merembes ke air tanah, mengalir di Sungai tigris di dekatnya, berkeliaran di udara yang dihirup warga,” ujar sebuah laporan dari Global Research pada Selasa (18/12).
Penyakit yang ditemukan pada anak-anak termasuk hidrosefalus (air di otak), kelainan sumsum tulang belakang dan konsentrasi tinggi timbal dalam gigi susu anak-anak.
Laporan Der Spiegel menarik hubungan antara penggunaan amunisi uranium di negara tersebut selama bertahun-tahun pertempuran dengan kasus kanker yang terus melonjak.
“Ada hubungan antara kanker dengan radiasi. Kadang dibutuhkan 10 atau 20 tahun sebelum konsekuensi menampakkan diri,” ujar Jawad al-Ali, spesialis kanker. (haninmazaya/arrahmah.com)