Oleh Mumu Munawar
(Arrahmah.com) – Beberapa hari belakangan ini, berkali-kali Deny J. A mengungah status dan foto di sosial media tentang pantas tidak pantasnya perempuan Indonesia dalam berbusana. Dia membandingkan antara seorang perempuan berkebaya dengan muslimah bercadar.
Atau komentar dia tentang peserta seminar yang semuanya muslimah bercadar, “Kita tak mengenali lagi peserta seminar. Hanya mata yg terlihat. kemajuan atau kemunduran atau sekedar keberagaman?” tulis Denny JA di laman Facebook Denny J.A’s World, Kamis(30/7/2015).
Bagaimana mungkin seorang Deni J. A pendiri Yayayasan Indonesia Tampa Diskriminasi justru menjadi pelaku diskriminasi itu sendiri? Benarlah ungkapan “menepuk air didulang terpercik muka sendiri”. Apakah Deny merasa rugi jika ada seorang perempuan mengenakan pakaian tertutup? Mengapa dia begitu risau dan terusik melihat realita seperti itu? Bukankah dia sendiri yang berkampanye bahwa Indonesia tanpa diskriminasi? Artinya, tidak jadi masalah jika seseorang mengenakan pakaian sesuai dengan keinginan dan keyakinannya.
Deny J.A sesungguhnya sedang menelanjangi dirinya sendiri. Disadari atau tidak, dia ingin menggiring publik pada pemikiran anti-Islam. Jika benar dia sedang melindungi budaya bangsa Indonesia dari gempuran budaya impor. Seharusnya bukan aturan Islam yang paripurna ini yang dibidik. Melainkan kebudayaan barat yang memunculkan banyak tren-tren baru seperti; tren berpakaian, musik, lifestyle dan lainnya. Budaya tersebut mengalir deras seperti air tanpa kran membanjiri negeri ini. Musik ngak ngik ngok yang membuat anak-anak muda kita terlena atau budaya cabe-cabean yang membuat anak muda kita terputus urat malunya.
Di bagian lain, tengoklah fenomena Korean Wave (Hallyu) atau demam K-POP yang begitu mewabah bak air bah. Generasi kita begitu latah dan terhipnotis untuk meniru dan mengikutinya. Bukankah hampir tiap bulan di negeri ini diadakan mega konser yang artis-artisnya datang baik dari Barat mau pun Asia? Adakah konser-konser itu diimpor dari negeri Timur Tengah sana?
Lantas kemana Deny J.A? Kenapa dia tiba-tiba membisu? Standar ganda macam apa yang sedang ia pertontonkan? Kenapa dia begitu sinis dan cenderung bengis terhadap sesuatu yang berbau Islam? Tapi begitu manis terhadap sesuatu yang berbau barat dan liberal. Kemana pemikiran-pemikiran garangnya tentang pentingnya menjaga akar budaya bangsa ini? Apakah karena semua itu dianggap sebagia tren modern, tidak kolot, dan menggairahkan? Sehingga tidak perlu dicemooh dan dirisaukan? Tidakkah dia melihat generasi kita kemudian menjadi generasi yang lembek, alay, dan tergerus moralitasnya? Mereka kemudian menjadi generasi yang hanya siap berteriak “la la la ye ye ye”. Bukan menjadi generasi yang siap dan lantang berteriak “merdeka atau mati”.
Ummat Islam bersatulah
Wahai kaum muslimin bersatulah. Musuh-musuh islam tidak akan henti-hentinya menebar jala agar kita terperangkap dalam pemikiran sesat dan menjerumuskan. Kita jangan lengah dan terpedaya. Jangan mudah ditarik kanan- kiri untuk mengikuti opini-opini yang mereka bangun. Bukankah Allah Swt. sudah memperingatkan tentang sikap mereka yang tak akan henti-hentinya memerangi umat Islam.
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”.(Al-Baqarah (2) : 217)
Mari kita renungkan nasihat M.S. Ka’ban yang ditulis dalam buku “Syariat Islam Sah Diterapkan di Indonesia: Solusi Problem Bangsa”. Menurut Ka’ban, sebuah realita yang tak dipungkiri, betapa umat Islam Indonesia belum mempunyai satu ritme gerakan untuk melaksanakan agenda umat melawan musuh bersama Islam. Atau jangan-jangan musuh bersama (common enemy) itu tidak pernah terpikirkan oleh umat Islam, sehingga justru yang menjadi musuh adalah kelompok Islam lain.
Hal senada juga diungkapkan oleh H.M. Anis Matta dalam bukunya “Dari Gerakan ke Negara”, tentang betapa pentingnya mengonsolidasi kembali ummat. Ummat yang tidak terorganisasi menyimpan berbagai kerapuhan dalam dirinya. Kekuatanya menjadi terpecah dan tidak solid. Emosi kolektifnya tidak sama dan karenanya kehilangan semangat pembelaan. Mereka tidak mempunyai kesiapan yang memadai untuk mengantisipasi berbagai tantangan, terutama yang bersifat tiba-tiba dan mengejutkan.
Kini kita sedang berada pada suatu zaman di mana sedang terjadi perang global dalam berbagai bentuk dan cara. Perang pemikiran, perang peradaban, dan perang ekonomi. Ummat Islam harus siap dan sigap menghadapinya. Menyiapkan generasi yang teguh berahlakulkarimah. Generasi yang tangguh beriman, berilmu dan berwawasan luas. Bukan generasi yang rapuh dan mudah terombang-ambing terbawa arus globalisasi. Bukan pula generasi pengekor, karena ekor tidak akan pernah jadi kepala!
Wallahu a’lam. (adibahasan/arrahmah.com)