Klaten (Arrahmah.com) Masih terkait aksi penggrebekan Densus 88 di Klaten. Menurut informasi yang diterima dari Klaten, salah seorang tersangka teroris yang bernama Agus Mahmudi ditangkap dengan cara ditabrak dengan mobil. Perilaku sadis Densus 88 terhadap tersangka teroris (yang belum tentu terbukti dan mayoritas muslim) nampaknya belum surut meskipun sudah dikecam pelbagai kalangan. Apakah ini murni tindakan Densus 88, atau ada tim ‘bayangan’ yang ikut bermain?
Tabrak & Langsung Tangkap
Sebagaimana ramai diberitakan kemarin (23/6), Densus 88 menggrebek dua lokasi di Klaten, Jawa Tengah, yang menjadi tempat persembunyian teroris. Dalam penggrebekan tersebut, tiga orang ditangkap dan satu orang gugur, ditembak mati Densus 88. Ketiga orang yang ditangkap itu adalah Agus Mahmudi, Soghir (ada yang menyebutnya Togir), dan DPO paling dicari, yakni Abdullah Sunata. Malangnya, penangkapan Agus Mahmudi dilakukan dengan cara ditabrak oleh mobil Densus 88. Sadis!
Diinformasikan, Agus Mahmudi ditabrak dengan sengaja di tikungan Macanan yang berada di dekat kampus Universitas Widya Dharma Klaten. Kejadian berlangsung sekitar pukul 4 sore. Pada saat kejadian itu orang-orang mengira itu adalah kecelakaan lalu lintas, namun tidak diperbolehka ditolong dan langsung dibawa polisi ke lokasi penggerebekan di timur Pengadilan Negeri Klaten. Agus Mahmudi merupakan warga Desa Turusan Jatinom Klaten. Hingga pagi tadi, ke dua lokasi penggerebekan masih dijaga ketat, kata seorang warga sekitar yang tidak mau disebutkan namanya.
Murni Perilaku Densus 88 Atau Tim Bayangan?
Kekejaman dan kesadisan Densus 88 dalam aksi-aksinya kepada tersangka dan terduga pelaku terorisme sudah banyak diketahui khalayak umum. Mulai dari salah tangkap, salah tembak, hingga rekayasa penangkapan dan penyiksaan tahanan. Pelbagai pihak juga sudah menyampaikan keberatan dan masukan ke pelbagai institusi terkait, mulai dari Komnasham, Kompolnas, hingga ke Komisi III DPR. Namun, seluruh kecaman, kritikan, dan masukan untuk lembaga bentukan Polri bernama Densus 88 ini seolah tak berpengaruh. Kejadian serupa tetap berulang kembali.
Komisi Hak Asasi Manusia, Komnas HAM, mengatakan polisi banyak melakukan pelanggaran atas hukum acara pidana Indonesia saat melakukan operasi penangkapan tersangka teroris. Hal ini diungkap dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR hari Kamis di Jakarta.
“Mulai dari penyergapan di Aceh, Bekasi hingga Jakarta, banyak tindakan polisi yang melampau kewenangan mereka,” ujarnya, “Yang dilakukan oleh Densus 88, mengeksekusi secara langsung tersangka teroris , jelas pelanggaran asas penegakan hukum.
Munarman yang juga anggota TPM (Tim Pengacara Muslim) memberikan pemaparan berbagai keganjilan dalam operasi pemberantasan terorisme kepada anggota Komisi III. Ia mengatakan:
“Adanya posko-posko yang dibentuk oleh tim BUSER atau Satgas anti Bom -bukan Densus- dimana posko ini tidak berada di lingkungan markas kepolisian RI baik itu Mabes Polri, di Polda maupun di Polsek. Posko ini bukan hanya untuk penanganan kasus terorisme, namun posko ini juga digunakan untuk penanganan tindak pidana lainnya, contohnya; dalam tindak pidana Curas (Pencurian dengan Kekerasan) orang-orang yang ditangkap itu biasanya terlebih dahulu tidak langsung di bawa ke kantor polisi tetapi disimpan dahulu di suatu tempat, dan ini adalah hasil wawancara langsung dengan narapidana-narapidana. Jadi ditangkap, dipukuli, digebugi dulu baru kemudian dibawa ke penyidik di markas kepolisian.
Kerja seperti ini juga terjadi dalam pemberantasan terorisme, salah satu posko tempat dilakukan proses untuk mendapatkan pengakuan itu adalah sebuah hotel Pondok Wisata di daerah lebak bulus. Para pelaku ditelanjangi dibawa ke hotel tersebut kemudian diancam akan disodomi termasuk diantara salah satunya adalah Muhammad Jibril. Inilah upaya sitematis karena ini telah menjadi pola kerja umum.”
“Menurut keterangan Susno Duaji ia juga menyatakan adanya Satgas-Satgas liar, dibentuknya tim-tim khusus di luar struktur jabatan kepolisian. Dalam penanganan kasus terorisme ini ada tim lain di luar Densus 88 yang bernama Satgas Anti Bom yang mengumpulkan para alumni-alumni baru, ia merekrut sebanyak 40 orang yang tugasnya untuk melakukan pengejaran (tim Buser) nah, tim inilah yang melakukan pembunuhan, penyiksaan terhadap para tersangka kasus terorisme.”
Jadi, hingga saat ini umat Islam masih harus menunggu kejelasan dari perilaku sadis dan kejam Tim Densus 88, atau mungkin satgas-satgas liar yang menjadi tim bayangan dan sengaja dibuat hanya untuk menghabisi dan membungkam umat Islam, khususnya yang concern menyuarakan dan mengupayakan tegaknya syariat Islam. Wallahu’alam bis showab!
(M Fachry/berbagai sumber)