KOPENHAGEN (Arrahmah.com) – Denmark mengatakan pada Selasa (25/1/2022) bahwa pasukannya yang dikerahkan ke Mali sebagai bagian dari satuan tugas kontra-terorisme yang dipimpin Prancis berada di sana atas dasar “undangan yang jelas”, sehari setelah pemerintah transisi Mali menuntut penarikan sesegera munhgkin.
Pemerintah Denmark telah bereaksi dengan kebingungan atas pernyataan hari Minggu (24/1) dari Mali, yang mengatakan belum berkonsultasi tentang kehadiran militer Denmark di sana dan bahwa pengerahan tersebut gagal mengikuti protokol.
Berbicara di Brussel, Menteri Luar Negeri Jeppe Kofod mengatakan pasukan Denmark berada di Mali atas dasar undangan yang jelas, “sama seperti pihak lain dalam operasi itu.”
Kementerian luar negeri Denmark mengatakan ada “ketidakpastian yang cukup besar tentang pengumuman pemerintah transisi” dan bahwa pihaknya telah melakukan kontak dengan pemerintah Mali.
Kofod juga mengkritik dugaan kehadiran tentara bayaran Rusia di Mali, menyebutnya “sangat bermasalah”. Ketegangan meningkat di Mali atas tuduhan bahwa otoritas transisional telah mengerahkan kontraktor militer swasta dari Grup Wagner yang didukung Rusia ke Mali, yang menurut beberapa negara Uni Eropa tidak sesuai dengan misi mereka.
Perselisihan juga terjadi antara Mali dan mitra internasional, termasuk badan-badan regional dan Uni Eropa yang telah memberikan sanksi kepada Mali atas kegagalan pemerintah transisi untuk menyelenggarakan pemilihan setelah dua kudeta militer.
Sebuah pernyataan di situs kementerian pertahanan Denmark mengatakan pada Senin (24/1) bahwa sekitar 90 personel, termasuk ahli bedah dan pasukan khusus tentara Denmark, dikerahkan di Mali sebagai bagian dari Satuan Tugas Takuba.
Pasukan tersebut, yang terdiri dari 14 negara Eropa, ditugaskan untuk menyediakan pasukan khusus serta dukungan logistik dan taktis untuk bekerja bersama pasukan regional untuk operasi yang ditargetkan terhadap “militan Islam”.
Pasukan itu diharapkan membantu Mali dan Afrika Barat, tetangga Sahel, Burkina Faso, dan Niger, mengatasi gerilyawan jihad yang terkait dengan Negara Islam dan Al Qaeda yang telah menduduki petak-petak wilayah di daerah tiga perbatasan negara-negara tersebut. (Althaf/arrahmah.com)