LYON (Arrahmah.id) – Orang tua siswa Muslim di Prancis mengeluhkan masalah makanan di kafetaria sekolah. Sebab kafetaria sekolah tidak akan menyediakan lagi makanan alternatif bagi anak-anak mereka.
Keputusan itu diambil setelah beberapa Wali kota, dengan dalih sekulerisme, memutuskan untuk tidak menawarkan menu alternatif di kafetaria sekolah.
Sekolah pertama yang menggunakan kebijakan ini adalah Tassin-la-Demi-Lune, sebuah komune di pinggiran Lyon, yang sejak 2016 mengumumkan bahwa hanya satu menu yang ditawarkan untuk makanan sekolah.
Dan ketika satu-satunya makanan yang ditawarkan menggunalan daging babi, maka siswa yang hanya makan makanan halal seperti Muslim atau Yahudi mengalami kesulitan mendapatkan cukup makanan.
Untuk mengatasi masalah ini, beberapa Wali kota telah mengusulkan menu vegetarian eksklusif, dengan alasan masalah lingkungan.
Wali kota ini telah memberikan pilihan kepada orang tua dengan tiga kemungkinan menu: daging, ikan, atau vegetarian. Balai Kota Grenoble meminta orang tua untuk memilih menu yang mereka inginkan, dan 94% memilih menu ikan atau daging sapi/ayam.
Anak-anak di sekolah tersebut dapat memilih makanan mereka, tidak seperti situasi yang diciptakan oleh Wali kota lain yang berpikir bahwa sekularisme berarti membuat anak-anak Muslim dan Yahudi makan daging babi atau kelaparan.
Dihadapkan dengan kurangnya empati oleh Wali kota, orang tua di sekolah di mana daging babi sering menjadi satu-satunya pilihan meluncurkan petisi online untuk menuntut menu alternatif.
Mereka mengatakan bahwa Desember lalu, Dewan Negara dengan jelas memutuskan bahwa usulan menu alternatif sebenarnya tidak merusak sekularisme atau netralitas agama.
“Menu unik, yang dipertahankan oleh Dewan Kota di Tassin-la-Demi-Lune, menghalangi akses ke katering untuk 20% siswa, baik karena alasan agama, kesehatan, atau keyakinan (vegetarianisme),” kata petisi orang tua, menambahkan : “Peran Wali kota adalah melayani masyarakat, seluruh penduduk, atas nama kesejahteraan umum.”
Beberapa tokoh terkenal, termasuk jurnalis dan aktivis feminis Rokhaya Diallo, telah memberikan dukungan pada petisi tersebut dan mendorong orang lain untuk menandatanganinya.
Di Prancis, umat Islam menjadi sasaran serangan dan pengucilan yang tak henti-hentinya di tengah perdebatan intensif tentang visibilitas komunitas.
Ada pertanyaan tentang definisi dan aplikasi konkret dari prinsip sekularisme. Sementara beberapa ingin melangkah lebih jauh dengan melarang visibilitas “terkait Muslim”, yang lain ingin hidup dan membiarkan hidup. (rafa/arrahmah.id)