JAKARTA (Arrahmah.com) – Kian memanasnya pemojokkan terhadap Islam oleh pembela liberalisme membuat Muslimin bangkit saling membela di media sosial. Salah satu kasus yang mencuat adalah mensejajarkan Menteri Susi bertato dan perokok dengan Ratu Atut, dengan agenda tersembunyi yakni “Muslimah berjilbab juga koruptor.” Bereaksi akan hal tersebut, maka beredarlah kontra opini dengan mengemukakan sosok Muslimah pejuang yang jauh lebih berprestasi dibandingkan tokoh idola para liberalis, sebagaiamana diungkapkan Rizaldi Haris dan viral pada Facebook, Kamis (30/10/2014).
Rizaldi menyatakan bahwa tidaklah adil mengemukakan sampel pembanding untuk mengukur moral dan integritas seorang Muslimah hanya dari satu contoh “Muslimah berapor merah” saja. Inilah yang membuat propaganda “yang penting baik meski tak syar’i” (tak berjilbab) begitu kentara dalam reaksi pembela kabinet baru terhadap kritikan publik. Dengan demikian masyarakat digiring untuk menerima opini bahwa “yang penting hatinya berjilbab”, sebuah ide salah kaprah dan menyesatkan.
Padahal, tidak ada satupun yang mengkritisi Ibu Susi karena tidak berjilbab. “Memang di Indonesia belum semua berjilbab, sudah pada maklum… yang dikritisi adalah merokok di depan publik. Tapi isunya dibelokkan sedemikian rupa…,” ujar Rizaldi.
Kemudian, digunakanlah imej Muslimah berjilbab yg kurang baik, yaitu Ratu Atut yang sedang terjerat kasus. Ini merupakan logika sesat. Sama dengan “membela pencuri ayam dengan mengatakan bahwa di kampung sebelah ada yg mencuri kambing,” tambahnya.
Itulah praktik pengambilan ‘sepotong imej’ untuk merusak citra Islam. “Dalam hal ini, yang dirusak adalah citra Muslimah berjilbab…,” tegas Rizaldi.
Sementara jika kita bandingkan dengan Almarhumah Ibu Yoyoh Yusroh (semoga Allah merahmati beliau), yang berjihad dengan barisan Tarbiyahnya, tentu pemberian citra terhadap Muslimah akan senantiasa adil. Tak hanya dari penampilan fisik Almarhumah yang begitu syar’i dengan jilbab menutupi semua auratnya, beliau pun memiliki sederet pencapaian yang luar biasa, baik lokal maupun internasional.
Ibu dari 13 orang anak ini, adalah seorang Mujahidah besutan Ikhwanul Muslimin Indonesia yang pernah berkiprah di parlemen selama 3 periode kerja berturut-turut. Sebagai aktivis perdamaian, beliau pun tak segan menyumbangkan hartanya untuk Palestina dengan terjun langsung ke Gaza di tengah pengintaian ketat dari zionis ketika itu. Allahu Akbar!
Tak perlu juga kita tanyakan bagaimana Almarhumah Yoyoh Yusroh mencintai Al-Qur’an sebagai pegangan hidupnya. Berdasarkan kesaksiaan orang-orang di sekitarnya, Hafidzah yang gesit ini selalu bermuroja’ah dan bertilawah hingga 3 juz dalam sehari dalam akhir hidupnya. Baarokallah. Sungguh sosok yang dapat kita teladani dalam posisinya sebagai ibu di rumah dan sebagai pengemban amanah rakyatnya.
Maka jika kita kita mau membuka hati dengan lapang akan betapa masih banyaknya teladan yang lebih baik yang dapat diidolakan masyarakat Indonesia sebagai kandidat pemimpinnya -dalam bidang apapun- ukuran integritas dan moral tetaplah hal yang utama. Terlebih kita adalah Muslimin, tak elok jika kita sukarela diatur oleh pemimpin yang tidak ridho diatur oleh Rabb-nya.
Tentu do’a harus lebih kuat lagi dipanjatkan agar Allah memberi hidayah dan taufik kepada kita semua. Bagaimanapun baladatun thayyibun wa Rabbun ghafuur adalah impian kita semua. Dan ianya tak akan tercipta jika dibangun dengan cara yang salah, yang tak sesuai dengan Qur’an dan Sunnah. (adibahasan/arrahmah.com)