KHARTOUM (Arrahmah.com) – Penyelenggara protes utama Sudan menuntut pembentukan segera pemerintah yang dipimpin warga sipil untuk menggantikan dewan militer baru negara itu, memperingatkan bahwa “revolusi” para demonstran menghadapi ancaman dari “sisa-sisa rezim” dari pemimpin yang digulingkan Omar Al-Bashir.
Khawatir bahwa pemerintahan lama masih jauh dari hilang, Asosiasi Profesional Sudan (SPA) pada Senin (15/4/2019) menegaskan kembali seruannya untuk dibubarkannya dewan militer dan diganti oleh yang sipil yang hanya akan mencakup perwakilan terbatas militer, lansir Al Jazeera.
Organisasi payung, yang mempelopori aksi unjuk rasa selama berbulan-bulan yang memicu digulingkannya Bashir, juga menuntut pemecatan jaksa penuntut umum dan kepala kehakiman Sudan, serta pembubaran Partai Kongres Nasional (NCP).
“Tujuan revolusi tidak dapat dicapai sepenuhnya dan tengah menghadapi manipulasi di belakang panggung oleh sisa-sisa rezim,” kata anggota SPA Taha Osman kepada wartawan di ibukota, Khartoum.
“Permintaan utama adalah pembentukan dewan sipil untuk menjamin bahwa revolusi dilindungi dan semua tujuan tercapai.”
Pada 11 April, setelah hampir empat bulan pemberontakan rakyat, pengambilalihan militer mengakhiri pemerintahan otoriter 30 tahun yang dipimpin oleh Al-Bashir. Dalam pidato yang disiarkan televisi untuk rakyat Sudan, Menteri Pertahanan Sudan saat itu, Letnan Jenderal Ahmed Awad Ibn Auf, mengumumkan bahwa Al-Bashir telah ditangkap dan dibawa ke lokasi “aman”.
Namun kegembiraan para pendemo dengan cepat berubah menjadi kemarahan ketika Ibn Auf, seorang loyalis lama Al-Bashir, mengumumkan pembentukan dewan militer transisi dua tahun dan kemudian disumpah sebagai kepalanya.
Menentang jam malam yang baru diberlakukan, para demonstran terus turun ke jalan, mengecam pernyataan Ibn Auf sebagai “lelucon”. Hampir 24 jam kemudian, dewan militer dipaksa untuk menunjuk pemimpin kedua dalam dua hari, dengan Letnan Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan menggantikan Ibn Auf.
Sejak itu, negosiasi telah terjadi antara dewan dan penyelenggara protes, yang pada hari Sabtu mengajukan daftar tuntutan kepada penguasa militer Sudan.
Dewan militer belum secara resmi menanggapi tuntutan-tuntutan itu, yang meliputi pemindahan kekuasaan kepada otoritas transisi yang dikepalai oleh warga sipil untuk periode empat tahun, di mana pemilihan akan diadakan.
Namun, sejumlah langkah telah dilakukan dalam upaya nyata untuk menenangkan para pendemo, termasuk pencabutan jam malam.
Al-Burhan juga telah berjanji untuk merestrukturisasi institusi negara dan “mencabut rezim [Bashir] dan simbol-simbolnya”, tetapi juga mengatakan bahwa transisi ke pemerintahan sipil bisa memakan waktu hingga dua tahun. (haninmazaya/arrahmah.com)