ADANA (Arrahmah.id) — Massa “konvoi kemerdekaan untuk Palestina” kepung pangkalan militer Amerika Serikat (AS) di Turki selatan sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Gaza ketika Israel melancarkan perang di daerah kantong yang terkepung tersebut.
Dilansir Middle East Monitor (3/11/2023), mobil dan van yang mengibarkan bendera Palestina dan beberapa bendera Turki berangkat dari Stadion Olimpiade Ataturk Istanbul pada Jumat (3/11) pagi dan menuju ke kota Adana, tempat Pangkalan Udara Incirlik berada.
Yayasan Bantuan Kemanusiaan (IHH), organisasi nirlaba Turki yang menyelenggarakan acara tersebut, mengatakan ratusan kendaraan melaju menuju ibu kota Turki, Ankara, pada Jumat sore dan diperkirakan akan ada lebih banyak lagi pengunjuk rasa yang bergabung saat konvoi berhenti di kota-kota sepanjang perjalanan mencakup hampir 1.000 km.
Konvoi yang berangkat dari tiga kota Turki lainnya – Kahramanmaras, Kayseri dan Van – juga diperkirakan akan mencapai Adana pada hari Ahad, tempat para demonstran berencana mengepung Pangkalan Udara Incirlik untuk memprotes dukungan AS terhadap Israel dan menyerukan gencatan senjata di Gaza.
Angkatan udara AS dan Turki adalah pengguna utama pangkalan udara tersebut, yang telah digunakan untuk melakukan misi tempur di Irak pada Perang Teluk serta melancarkan serangan udara ke Afghanistan.
Pangkalan tersebut juga telah digunakan oleh Koalisi Global 80 negara pimpinan AS untuk memerangi kelompok militan Islamic State (ISIS).
Sebuah bus putih dengan spanduk bertuliskan “Konvoi Kebebasan untuk Palestina” terlihat menonjol di antara puluhan kendaraan yang berangkat dari Istanbul, diikuti oleh kelompok lokal pro-Palestina dan beberapa aktivis internasional.
Para pengunjuk rasa, termasuk keluarga dengan anak-anak, berkumpul di tempat parkir yang luas di mana mereka membentangkan plakat dengan slogan-slogan seperti “Kita semua orang Palestina” dan “Anda tidak bisa diam.”
“Orang-orang sangat antusias untuk pergi ke pangkalan udara Amerika,” ungkap Mary Annette Wright, pensiunan kolonel tentara AS berusia 77 tahun dan mantan diplomat AS yang ikut serta dalam demonstrasi tersebut, mengatakan kepada Al Jazeera.
“[Ada] orang-orang dari Kanada, Norwegia, Swedia, Inggris, Spanyol, Italia, Malaysia, Afrika Selatan [dalam konvoi menuju Adana],” kata Wright, dilansir Al Jazeera.
LSM yang berada di balik konvoi tersebut adalah salah satu penyelenggara utama “Armada Kebebasan Gaza” tahun 2010, yang merupakan upaya enam kapal sipil, termasuk kapal andalan Mavi Marmara, untuk mematahkan blokade Israel dan membawa bantuan ke Gaza.
Sepuluh aktivis tewas dalam serangan Israel di Mavi Marmara, yang sebagian besar mengangkut warga Turki, menyebabkan keretakan hubungan Turki-Israel yang baru saja diperbaiki oleh kedua belah pihak.
“Pada tahun 2018, saya bertanggung jawab atas sebuah kapal dari Norwegia ke Palestina,” kata sosiolog Norwegia Gerd von der Lippe, yang bergabung dalam konvoi tersebut, merujuk pada armada lain yang menuju ke Gaza pada tahun itu.
“Saat itu, saya tinggal di penjara Israel bersama 22 orang lainnya. Saya senang dan bangga menjadi bagian dari upaya yang dilakukan untuk Gaza.”
“Siapa pun yang memiliki rasa kemanusiaan harus bergabung dengan konvoi ini,” Mustafa Ozbek, juru bicara IHH, mengatakan kepada Al Jazeera saat konvoi tersebut menuju Ankara.
“Saat ini kami sedang berkendara di jalan raya, dan kami berharap lebih banyak orang di Ankara akan bergabung,” tambahnya.
Masyarakat di Turki telah melakukan protes dalam jumlah besar terhadap perang di Gaza sejak perang tersebut dimulai.
Perang sejauh ini telah menewaskan lebih dari 9.000 warga Palestina dan Israel melakukan pemboman udara terus menerus di daerah kantong tersebut dan melanjutkan serangan darat di bagian utara Gaza. Lebih banyak anak yang meninggal di Gaza sejak perang dimulai dibandingkan konflik di seluruh dunia dalam empat tahun terakhir, menurut lembaga amal Save the Children. Lebih dari 1.400 orang di Israel telah kehilangan nyawa mereka, sebagian besar dalam serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober di Israel selatan, yang memulai perang.
“Kami patah hati atas apa yang terjadi di Gaza,” kata pengunjuk rasa Yusuf Gungor. “Saudara-saudari kita perlu tahu bahwa mereka tidak sendirian.” (hanoum/arrahmah.id)