PARIS (Arrahmah.com) – Aktivis Prancis pada Ahad (14/2/2021) menggelar aksi unjuk rasa di Paris untuk menuntut pemerintah Prancis membatalkan RUU yang bertujuan membasmi ekstremisme Islam yang menurut para pengunjuk rasa dapat menginjak-injak kebebasan beragama dan membuat semua Muslim menjadi tersangka potensial.
Anggota parlemen Prancis mengadakan pemungutan suara kunci pada Selasa tentang rancangan undang-undang, yang diharapkan mendapat persetujuan di kedua majelis parlemen. Debat legislatif muncul di tengah kekhawatiran yang masih ada akan kekerasan ekstremis setelah seorang “radikal Islam” memenggal kepala seorang guru sejarah dan serangan baru-baru ini.
Pemerintah Presiden Emmanuel Macron berpendapat bahwa RUU tersebut diperlukan untuk “melindungi nilai-nilai Prancis” seperti kesetaraan gender dan sekularisme, dan untuk mencegah ide-ide radikal mengakar dan memicu kekerasan.
Tetapi mereka yang berada dalam protes pada Ahad (14/2) mengatakan Prancis sudah memiliki alat hukum untuk melakukan ini, dan bahwa RUU tersebut menstigmatisasi agama nomor 2 di negara itu meskipun mayoritas Muslim Prancis tidak mendukung pandangan ekstremis, lansir Al Arabiya.
Beberapa menggambarkannya sebagai taktik politik Macron untuk memenangkan pemilih konservatif dan sayap kanan menjelang pemilihan presiden tahun depan.
“Tidak ada gunanya menyerang seluruh komunitas karena satu orang melakukan tindakan yang mengerikan,” kata Zeyneb Bouabidi, seorang wanita dari Conflans-Saint-Honorine di pinggiran Paris, tempat guru Samuel Paty dipenggal pada bulan Oktober setelah menunjukkan karikatur Nabi di kelasnya yang diterbitkan di koran satir Charlie Hebdo untuk diskusi tentang kebebasan berekspresi.
Bouabidi menggambarkan, ia menghadapi diskriminasi sesekali di universitas dan dalam pekerjaannya karena namanya yang terdengar Arab, dan ketakutan hukum seperti ini dapat memperburuk keadaan.
“Mereka membuat komentar seperti ‘kembali ke negaramu.’ Tapi saya di negara saya! Saya lahir di Prancis,” katanya.
Sebuah komunitas Muslim, anti-rasisme, sayap kiri, pro-Palestina dan kelompok aktivis lainnya mengorganisir unjuk rasa pada Ahad, di dekat Trocadero Plaza di seberang Menara Eiffel untuk menyerukan agar RUU tersebut dibatalkan. Sekitar 150 orang mengambil bagian dalam protes damai, termasuk Muslim dan non-Muslim.
Pemerintah bersikeras bahwa RUU tersebut tidak menargetkan Muslim, namun akan menindak ajaran fundamentalis dengan mewajibkan semua anak berusia tiga tahun ke atas untuk bersekolah, dan memperketat aturan tentang pendanaan dan fungsi masjid dan asosiasi keagamaan.
Agama lain, dari Budha hingga Katolik Roma, mengeluh mereka juga bisa terkena dampak dari RUU tersebut. (haninmazaya/arrahmah.com)